Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ormas Banteng Muda Indonesia (BMI) menagih janji Pemerintah Jokowi membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
Wakil Sekjen BMI Mixil Mina Munir menyatakan, publik wajib menagih janji Presiden Joko Widodo dan Memkopolhukkam Wiranto terkait rencana pembubaran HTI.
"Jangan-jangan pemerintah hanya press releasse saja, realisasi tidak ada. Hizbut Tahrir lalukan kampanye ke seluruh masyarakat di Indonesia. Kita menagih janji, menutup plang sekretariat HTI di Indonesia lalu melarang kegiatan," kata Mixil Mina Munir dalam diskusi "Mendorong Realisasi Pemerintah atas Pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia" di Sekretariat BMI, Jakarta, Minggu (9/7/2017).
Sementara, Ketua DPN PKPI Donny Gahral Adiansyah mengatakan Presiden Jokowi dapat menggunakan hak prerogatif dan diskresinya. Caranya melalui jalur pengadilan atau peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu).
Bila menggunakan jalur pengadilan, kata Donny, Pengacara HTI akan membuktikan apakah sistem khilafah dilarang di Indonesia.
"Jadi yang dibuat terlarang ideologinya dulu baru masuk ke partainya. Apa kita bisa nyatakan khilafah jadi ideologi yang dilarang? Saya kira bisa. HTI tidak kenal negara bangsa. Negara bangsa yang didirikan non agama itu kesepakatan fouding fathers jadi enggak bisa dilawan," kata Donny.
Donny mengatakan presiden membutuhkan dukungan total dari rakyat dan militer bila menggunakan hak diskresi. Bila belum satu suara, Donny menilai pembubaran HTI menjadi sulit. Donny mengatakan pemerintah membutuhkan legitimasi masyarakat untuk membubarkan HTI.
"Jadi kira begitu HTI dibubarkan betul-betul harus disusul dengan pembubaran organisasi lain," kata Donny.
Garis Lurus
Sebelumnya, di sela acara peluncuran buku "Usut Tuntas Dugaan Korupsi Ahok" di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (23/5/2017), juru bicara Hizbut Tahrir Indonesia, Muhamad Ismail Yusanto mengatakan, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) tidak ingin disebut sebagai ormas Islam garis keras.
"Kita enggak mau disebut garis keras, karena kita garis lurus," ujar juru bicara Hizbut Tahrir Indonesia, Muhamad Ismail Yusanto di di sela acara peluncuran buku "Usut Tuntas Dugaan Korupsi Ahok" di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (23/5/2017).
Ismail memaparkan, saat ini pemerintah melihat mereka sebagai ormas garis keras sisi kanan. Bahkan HTI kata Ismail disebut Pemerintah sebagai gerakan radikal.
"Jangan gunakan kacamata lama, ekstrim kanan, radikal. Istilah radikal mengandung konotasi buruk," ungkap Ismail.
Menurut Ismail sebaiknya pemerintah jangan menggunakan ideologi Pancasila sebagai alat untuk menekan demokrasi dari para ormas yang sekarang berkembang.
Hal itu Ismail bandingkan sama dengan zaman orde baru dimana kebebasan berekspresi dilarang. "Kalau ini diteruskan akan mengulangi masa lalu, rezim represif, Pancasila sebagai alat memukul," ungkap Ismail Yusanto.