TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dua terdakwa kasus korupsi e-KTP, Irman dan Sugiharto, divonis 7 tahun dan 5 tahun atau sesuai tuntutan jaksa, Kamis (20/7/2017).
Pada vonis tersebut, hakim hanya menyebut tiga nama anggota DPR yang diduga menerima uang hasil korupsi tersebut.
Ketiga anggota DPR yang menurut hakim menerima uang hasil korupsi e-KTP adalah yakni Miryam S Haryani dari Hanura dan Markus Nari serta Ade Komaruddin dari Golkar.
Padahal, sebelumnya diduga ada banyak anggota DPR yang menerima uang proyek e-KTP. Salah satunya adalah Setya Novanto yang kini menjabat Ketua DPR.
Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Irene Putrie mengakui, putusan hakim pada persidangan Irman dan Sugiharto hakim tidak menyertakan Setya Novanto dalam pasal penyertaan.
Padahal, sejak dakwaan hingga tuntutan, jaksa yakin Setya Novanto adalah otak di balik korupsi e-KTP tahun anggaran 2011-2012.
Walau Setya Novanto tidak dinyatakan dalam pasal penyertaan, Irene menegaskan hakim mengakui fakta pertemuan antara Setya Novanto dengan para terdakwa terkait pembahasan e-KTP.
"Bahwa ada pihak-pihak lain yang mewujudkan tindak pidana. Jadi fakta ada pertemuan dengan Setya Novanto kemudian tanggapan Setya Novanto itu dijelaskan," kata Irene seusai persidangan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis siang.
Baca: Sejumlah Nama Diduga Penerima Dana Proyek E-KTP Menghilang dari Putusan Terdakwa Irman
Irene Putrie juga tidak mau menduga, tidak disebutnya Setya Novanto dalam pasal penyertaan terjadi karena majelis hakim tidak mempertimbangkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) tersangka Miryam S Haryani yang telah dicabut di pengadilan.
Hakim memutuskan hanya menggunakan keterangan di persidangan karena itulah yang menjadi alat bukti.
"Hakim menetapkan bahwa keterangan yang di pengadilan lah yang jadi pertimbangan. Itu hakim yang bisa jawab. Ini nanti kita sampaikan ke pimpinan kami," kata Irene.
Pada putusan Irman dan Sugiharto, hakim mengatakan bahwa kedua bekerja sama dengan mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri Diah Anggraini, pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong, dan calon peserta lelang.
"Terjadi penerimaan uang dari penganggaran sampai lelang agar pihak tertentu menang dengan cara yang tidak benar," kata anggota majelis hakim Anshari saat membacakan pertimbangan hakim di Pengadilan Negeri Tipikor, Jakarta, Kamis siang.
Dalam sidang pembacaan tuntutan terhadap Irman dan Sugiharto, jaksa KPK sangat yakin Setya Novanto aktif pada proses pengadaan e-KTP.
Setya Novanto yang saat itu menjabat sebagai ketua fraksi Partai Golkar, disebut bekerja sama juga dengan bekas Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri Diah Anggraini dan beberapa nama lainnya.
"Telah terjadi kerja sama yang erat dan sadar yang dilakukan oleh para terdakwa dengan Setya Novanto, Diah Anggraini, Drajat Wisnu Setiawan, Isnu Edhi Wijaya dan Andi Agustinus alis Andi Narogong," kata jaksa Mufti Nur Irawan saat membacakan surat tuntutan di Pengadilan Negeri Tipikor, Jakarta, Kamis (22/6/2017).
Tindak pidana korupsi pada proyek e-KTP menyebabkan negara kehilangan uang Rp 2,3 triliun dari total anggaran e-KTP sebesar Rp 5,9 triliun.
Pada Kamis siang, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan hukuman kepada dua terdakwa korupsi e-KTP, Irman dan Sugiharto.
"Terdakwa satu dan dua terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," kata ketua majelis Jhon Halasan Butarbutar.
Irman yang mantan Dirjen Dukcapil dihukum 7 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Ia juga diminta membayar uang pengganti sebanyak 500 ribu dolar AS dengan ketentuan kalau tidak dibayar diganti kurungan selama 2 tahun.
Meski begitu uang pengganti ini bakal dikurangi karena Irman telah menitipkan kepada KPK sebanyak 30 ribu dolar AS dan Rp 50 juta.
Sedangkan Sugiharto divonis 5 tahun dan denda Rp 400 juta subsider 6 bulan kurungan.
Sugiharto juga diminta mengganti kerugian negara sebanyak 50 ribu dolar AS namun dikurangi harta yang telah dititipkan pada KPK sebanyak 30 ribu dolar AS dan satu unit mobil Honda Jazz senilai Rp 150 juta.
Atas putusan ini, Irman dan Sugiharto mengaku pikir-pikir. Meski begitu, pihak terdakwa mengaku kecewa lantaran putusan hakim dirasa terlalu berat. Padahal, status sebagai justice collaborator diterima majelis. (eri)
Berikut adalah nama-nama yang disebut mendapat keuntungan dari proyek e-KTP berdasarkan keterangan majelis hakim :
1. Miryam S Haryani sejumlah 1,2 juta dolar AS
2. Diah Angraini 500 ribu dolar AS
3. Markus Nari 400 ribu dolar as atau Rp4 miliar
4. Ade Komarudin 100 ribu dolar AS
5. Hotma Sitompul 400 ribu dolar AS
6. Husni Fahmi 20 ribu dolar AS dan Rp30 juta
7. Drajat Wisnu 40 ribu dolar AS dan Rp25 juta
8. Enam orang anggota panitia lelang masing-masing Rp10 juta
9. Abraham Mose, Agus Iswanto, Andra Agusalam dan Darma Mapangara selaku direksi PT LEN masing-masing Rp1 miliar dan untuk kepentingan gathering dan SBI sejumlah Rp1 miliar
10. Beberapa anggota tim Fatmawati yaitu Jimmy Iskandar alias Bobby, Eko Purwoko, Andi Noor, Wahyu Setyo, Benny Akhir, Dudi dan Kurniawan masing-masing Rp60 juta
11 Mahmud Toha Rp30 juta
12. Manajemen bersama konsorsium PNRI Rp137,989 miliar
13. Perum PNRI Rp107,710 miliar
14. PT Sandipala Artha Putra Rp145,851 miliar
15. PT Mega Lestari Unggul yang merupakan holding companty PT Sandipala Artha Putra sejumlah Rp148,863 miliar
16. PT LEN Industri Rp3,415 miliar
17. PT Sucofindo sejumlah Rp8,231 miliar
18. PT Quadra Solution Rp79 miliar
Nama-nama yang sebelumnya disebut Jaksa Penuntut Umum:
1. Gamawan Fauzi USD 4,5 juta dan Rp 50 juta
2. Diah Anggraini USD 2,7 juta dan Rp 22,5 juta
3. Drajat Wisnu Setyaan USD 615 ribu dan Rp 25 juta
4. 6 orang anggota panitia lelang masing-masing USD 50 ribu
5. Husni Fahmi USD 150 ribu dan Rp 30 juta
6. Anas Urbaningrum USD 5,5 juta
7. Melcias Marchus Mekeng USD 1,4 juta
8. Olly Dondokambey USD 1,2 juta
9. Tamsil Lindrung USD 700 ribu
10. Mirwan Amir USD 1,2 juta
11. Arief Wibowo USD 108 ribu
12. Chaeruman Harahap USD 584 ribu dan Rp 26 miliar
13. Ganjar Pranowo USD 520 ribu
14. Agun Gunandjar Sudarsa selaku anggota Komisi II dan Banggar DPR USD 1,047 juta
15. Mustoko Weni USD 408 ribu
16. Ignatius Mulyono USD 258 ribu
17. Taufik Effendi USD 103 ribu
18. Teguh Djuwarno USD 167 ribu
19. Miryam S Haryani USD 23 ribu
20. Rindoko, Nu'man Abdul Hakim, Abdul Malik Haramaen, Jamal Aziz dan Jazuli Juwaini selaku Kapoksi pada Komisi II DPR masing-masing USD 37 ribu
21. Markus Nari Rp 4 miliar dan USD 13 ribu
22. Yasonna Laoly USD 84 ribu
23. Khatibul Umam Wiranu USD 400 ribu
24. M Jafar Hapsah USD 100 ribu
25. Ade Komarudin USD 100 ribu
26. Abraham Mose, Agus Iswanto, Andra Agusalam, dan Darma Mapangara selaku direksi PT LEN Industri masing-masing Rp 1 miliar
27. Wahyudin Bagenda selaku Direktur Utama PT LEN Industri Rp 2 miliar
28. Marzuki Ali Rp 20 miliar
29. Johanes Marliem USD 14,880 juta dan Rp 25.242.546.892
30. 37 anggota Komisi II lainnya seluruhnya berjumlah USD 556 ribu, masing-masing mendapatkan uang berkisar antara USD 13 ribu sampai dengan USD 18 ribu
31. Beberapa anggota tim Fatmawati yaitu Jimmy Iskandar Tedjasusila alias Bobby, Eko Purwoko, Andi Noor, Wahyu Setyo, Benny Akhir, Dudi, dan Kurniawan masing-masing Rp 60 juta
32. Mahmud Toha sejumlah Rp 3 juta
33. Manajemen bersama konsorsium PNRI Rp 137.989.835.260
34. Perum PNRI Rp 107.710.849.102
35. PT Sandipala Artha Putra Rp 145.851.156.022
36. PT Mega Lestari Unggul yang merupakan holding company PT Sandipala Artha Putra Rp 148.863.947.122
37. PT LEN Industri Rp 20.925.163.862
38. PT Sucofindo Rp 8.231.289.362
39. PT Quadra Solution Rp 127.320.213.798,36