News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

UU Pemilu

Pakar: Inkonstitusional, Ambang Batas Pencapresan Akan Semakin Persempit Menu Prasmanan Capres

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pakar hukum tata negara Andi Irmanputra Sidin

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -  Inkonstitusional ambang batas pencalonan Presiden.

Hal itu disampaikan Ahli Hukum Tata Negara, A. Irmanputra Sidin menanggapi keputusan rapat paripurna DPR RI dalam RUU Pemilu yang akhirnya memutuskan untuk disetujui bersama Presiden dan DPR dengan menerapkan mabang batas pencalonan Presiden 20% -25% . 

 Irmanputra Sidin menegaskan keputusan ini jelas-jelas pelanggaran konstitusi Putusan MK Nomor 14/PUU-XI/2013 dan Pasal 6A ayat 2 UUD 1945 bahwa hak setiap parpol peserta pemilu mengusulkan pasangan capres . 

 "Kami saat itu terlibat langsung membidani pengajuan permohona pengujian UU pemilu di MK agar pemilu dilakukan secara serentak yang akhirya dikabulkan oleh MK," tegas Irmanputra Sidin kepada Tribunnews.com, Jumat (21/7/2017).

 Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi, Irmanputra Sidin menjelaskan, sebenarnya telah menyatakan bahwa ambang batas pencalonan Presiden bagi Partai Politik, tidak ada hubungannya dengan penguatan sistem Presidensial. 

 Dalam penyelenggaraan Pilpres tahun 2004 dan tahun 2009 bahwa untuk mendapat dukungan demi keterpilihan sebagai Presiden dan dukungan DPR dalam penyelenggaraan pemerintahan, jika terpilih, calon Presiden terpaksa harus melakukan negosiasi dan tawar-menawar (bargaining) politik terlebih dahulu dengan partai politik yang berakibat sangat mempengaruhi jalannya roda pemerintahan di kemudian hari. 

 Negosiasi dan tawar-menawar tersebut pada kenyataannya lebih banyak bersifat taktis dan sesaat daripada bersifat strategis dan jangka panjang, misalnya karena persamaan garis perjuangan partai politik jangka panjang. 

 Oleh karena itu, imbuhnya, Presiden pada faktanya menjadi sangat tergantung pada partai-partai politik yang dapat mereduksi posisi Presiden dalam menjalankan kekuasaan pemerintahan . 

 Dengan demikian, kata dia, sebenarnya syarat ambang batas yang telah diputuskan DPR dan Presiden sebenarnya syarat untuk "menyandera" Presiden yang berkuasa yang justru melemahkan kekuasaan Presidensial.

 Lebih lanjut menurutnya, Ambang batas tersebut sesungguhnya ingin melanggengkan fenomena "kawin paksa Capres" , mengingat hak setiap parpol sebagai peserta pemilu untuk mengajukan pasangan calon Presiden telah dilanggar.

 "Sehingga pilihan pasangan calon akan semakin mempersempit menu prasmanan capres dari setiap parpol," jelasnya.

 Bukan hanya disitu lanjutnya, parpol yang memperoleh kursi di DPR pada pemilu 2014, tidak serta merta mendapatkan kursi lagi pada pemilu 2019.

 sehingga intensi penguatan presidensial, tidak linear terjadi alias bertentangan dengan dirinya sendiri (contra legem) , yang jutsru menyandera dan melemahkan kekuasaan Presiden itu sendiri yang sudah dipilih oleh rakyat. 

 "Oleh karenanya ambang batas ini adalah inkonstitusional,"tegasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini