Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Wakil Direktur Keuangan Permai Group, Yulianis menilai fungsi supervisi KPK lemah terhadap lembaga penegak hukum lain dalam menangani kasus korupsi.
Hal itu dikarenakan sulitnya lembaga penegak hukum lain memperoleh bukti miliknya yang telah diserahkan kepada KPK.
"Koordinasi antar lembaga di KPK tidak berjalan, karena misalnya lembaga lain susah meminjam bukti kasus korupsi yang saya miliki padahal sudah saya serahkan kepada KPK semua," kata Yulianis saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Pansus Hak Angket KPK, Jakarta, Senin (24/7/2017) malam.
Yulianis mencontohkan saat Kepolisian bertanya soal bukti-bukti ketika memeriksanya terkait kasus dugaan korupsi.
Yulianis mengaku sudah menyerahkan semua bukti kepada KPK sehingga lebih baik penyidik Polri meminta langsung kepada lembaga anti rasuah itu.
"Penyidik Polri mengatakan sudah mengirimkan surat permintaan meminjam bukti itu kepada KPK namun tidak ditanggapi KPK," kata Yulianis.
Baca: Anggita Bersaksi di Sidang Patrialis: Dapat Mobil, Uang, Pakaian dan Ditawari Apartemen
Selain itu, ia mencontohkan adanya penyidik KPK yang ingin menyelidiki proyek di Kementerian Perhubungan dan meminta keterangannya serta meminta bukti yang dimilikinya.
Yulianis mengaku sudah menyampaikan kepada penyidik tersebut bahwa semua data yang dimilikinya sudah diserahkan kepada KPK.
"Mereka minta data, lalu saya bilang mengapa meminta data lagi karena KPK sudah pegang semua sehingga tinggal meminta saja. Mereka bilangnya repot akhirnya saya bilang keras, kalau tidak bawa bukti dan data jangan periksa saya," imbuh Yulianis.
Yulianis juga menyoroti penanganan kasus di KPK terkait mantan atasannya, M Nazarudin. Dimana, dari dari 162 proyek yang dijalankan Nazaruddin, KPK hanya menangani lima proyek dan menjerat mantan Bendahara Umum Partai Demokrat dalam kasus Wisma Atlet saja.
Kelima proyek itu menurut dia adalah Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Mesuji, Lampung dengan tersangka istri Nazaruddin, pengadaan di Universitas Udayana Bali dengan tersangka Marisi Matondang, pengadaan laboratorium Universitas Airlangga dengan tersangka Minarsih.
"Lalu pengadaan peralatan kesehatan di Rumah Sakit Universitas Airlangga dengan tersangka Minarsih, lalu Wisma Atlet dengan tersangka Rosa, Nazaruddin, Andi Mallarangeng, dan Wafid Muharam," tutur Yulianis.