Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Ombudsman RI, Ninik Rahayu, menyebut ada indikasi pelanggaran administrasi dalam proses eksekusi mati Humprey Ejike Jefferson.
Ombudsman RI, Jumat (28/7/2017) menerima laporan dari Kuasa Hukum terpidana Humprey Ejike Jefferson yang dieksekusi mati pada 29 Juli 2016.
"Apa yang disampaikan pelapor menunjukkan hal-hal yang sangat bertentangan (dalam proses pelaksanaan eksekusi mati)," ujar Ninik di Kantor Ombudsman RI, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (28/7/2017).
Ia pun menyebutkan satu dari sejumlah hal yang mengindikasikan adanya pelanggaran administrasi (maladministrasi) dalam eksekusi yang dilakukan Kejaksaan Agung itu.
Ninik menjelaskan, jika saat itu Humprey tidak mengajukan grasi dan Peninjauan Kembali (PK) pertama yang diajukannya ditolak, seharusnya Kejaksaan Agung langsung menjatuhkan hukuman mati kepada Humprey.
"Kalau memang si terpidana mati tidak mengajukan grasi (kepada Presiden), lalu PK (Peninjauan Kembali) nya ditolak, sehingga sejak 2004 ketika PK pertama ditolak, ya sudah (langsung) dihukum mati saja," katanya.
Hal tersebut menurutnya, agar terpidana tersebut memiliki kepastian terkait lama hukuman yang ia jalani hingga eksekusi mati itu dilakukan.
"Sehingga orang (tahu) ada kepastian, apakah hukuman mati segera dijatuhkan atau tidak," jelasnya.
Ninik kemudian menegaskan, jika tidak ada kepastian terkait lama hukuman yang ia jalani, tentunya menimbulkan penyiksaan secara psikologis bagi terpidana tersebut.
"(Tapi kalau) menunggu hukuman mati yang tidak segera dijatuhkan, itu kan luar biasa rasa penyiksaan secara psikologisnya ya," katanya.