News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Idrus Marham Tegaskan GMPG Bukan Bagian dari Golkar

Penulis: Muhammad Zulfikar
Editor: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Idrus Marham

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -‎ ‎Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Golkar, Idrus Marham menegaskan ‎Generasi Muda Partai Golkar (GMPG) tidak memiliki legalitas di partai berlambang pohon beringin.

Dengan begitu menurutnya, apapun kegiatan yang dilakukan GMPG tidak mencerminkan sikap DPP Partai Golkar.

"(GMPG) Nggak dikenal sebagai unit apapun di Partai Golkar. Dalam pandangan saya (GMPG) akan perburuk Partai Golkar, bukan memperbaik," tegas Idrus di Kantor DPP Golkar, Jakarta, Jumat (11/8/2017).

‎Idrus menilai suara-suara yang ucapkan oleh GMPG tidak relevan apalagi meminta untuk mengganti Ketua Umum Golkar. Sebab menurutunya, ‎agenda politik ke depan cukup berat dan tidak perlu mempersoalkan hal-hal yang tidak penting.

"Agenda politik ke depan cukup berat, kami telah ambil keputusan bahwa nggak pikir lagi masalah pergantian kepemimpinan (Golkar).‎ Keputusan tidak ada pergantian diperkuat di Rapimnas lalu di Kaltim dan keputusan rapat pleno Golkar Juli lalu," paparnya.

Masih kata Idrus, dalam proses demokratisasi juga hendaknya semua pihak taat asas dan aturan main yang ada dalam sebuah organisasi termasuk partai politik. ‎Dirinya pun meminta para kader yang cinta Golkar untuk kembali ke mekanisme dan sistem yang ada.

"Demokrasi ada aturan yang berlaku. Jangan lakukan atas nama demokrasi, tapi anarkis dan memaksakan kehendak," tandasnya.

Sebelumnya, Ketua Gerakan Muda Partai Golkar (GMPG) Ahmad Doli Kurnia kecewa dengan sikap Ketua Dewan Pakar Partai Golkar Agung Laksono dalam menanggapi status tersangka Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto dalam kasus kasus korupsi proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP).

Sebab, Agung mendorong Novanto mengajukan praperadilan terhadap penetapan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi tersebut. Bahkan, menurut Doli, pernyatan tersebut disampaikan tidak hanya satu kali.

"Kami juga kecewa dengan pernyataan itu berkali-kali. Ini kan sebagai bentuk perlawanan terhadap KPK," kata Doli usai pertemuan dengan Wakil Ketua Dewan Pakar Partai Golkar, Siti Hediati Hariyadi (Titiek Soeharto) di Gedung Granadi, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (11/8/2017).

Menurut Doli, kinerja KPK sebagai lembaga pemberantasan korupsi tidak diragukan lagi. Oleh karena itu, sebagai politisi senior di Partai Golkar maka sedianya Agung Laksono mendorong agar terjadi percepatan proses hukum yang berlaku.

Menurut Doli, ini perlu dilakukan karena penetapan tersangka terhadap Novanto membawa dampak negatif kepada Partai Golkar.

"Golkar sudah masuk pada masa krisis, terkena penyakit yang sangat kronis tapi sepertinya kepemimpinan formal secara kolektif merasa tak ada apa-apa," kata Doli.

Sementara, Titiek menilai positif terhadap kinerja KPK. Menurut dia, KPK tidak mungkin sembarangan dalam menetapkan status tersangka terhadap seseorang, termasuk kepada Novanto.

"KPK sebagai lembaga independen, superbody memberikan predikat tersangka pada seseorang itu kan enggak main-main. Tentunya (status tersangka pada Novanto) ini akan memberatkan Partai Golkar ke depan," kata Titiek.

Novanto merupakan tersangka keempat dalam kasus dugaan korupsi e-KTP. Ketua DPR ini diduga ikut mengatur agar anggaran proyek e-KTP senilai Rp 5,9 triliun disetujui oleh anggota DPR.

Menurut KPK, Novanto yang saat itu menjabat ketua Fraksi Partai Golkar, melalui pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong juga ikut mengondisikan perusahaan yang menjadi pemenang lelang proyek e-KTP.

Proyek pengadaan e-KTP dimenangkan oleh konsorsium Perusahaan Umum Percetakan Negara Republik Indonesia (Perum PNRI). Konsorsium itu terdiri atas Perum PNRI, PT Superintending Company of Indonesia (Sucofindo persero), PT LEN Industri (persero), PT Quadra Solution, dan PT Sandipala Arthaputra.

Adapun proses penentuan pemenang lelang itu dikoordinasikan oleh Andi Narogong. Nilai kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 2,3 triliun.

Novanto sendiri sudah membantah semua tuduhan yang dialamatkan kepadanya. Bahkan, Novanto mengaku belum berpikir untuk menempuh proses praperadilan.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini