TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua DPRD Malang, Jawa Timur, M Arief Wicaksono (MAW) ditetapkan sebagai tersangka karena menerima suap sebesar Rp 250 juta dari Komisaris PT ENK, Hendrawan Maruszaman (HM)
Suap tersebut terkaitan dengan alokasi anggaran tahun jamak atau multiyears, dalam APBD Pemerintah Kota Malang 2016-2018, untuk proyek Jembatan Kedungkandang yang nilainya Rp 98 miliar.
"MAW diduga menerima hadiah atau janji sebesar Rp 250 terkait penganggaran kembali proyek Jembatan Kedungkandang APBD tahun anggaran 2016," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, Sabtu (12/8/2017).
Anggaran proyek jembatan Kedungkandang sebetulnya telah masuk dalam rancangan APBD Pemkot Malang untuk tahun anggaran 2015. Namun, karena ada sangkutan hukum alokasi anggaran untuk proyek tersebut dihapus.
Wali Kota Malang, Muhamad Anton mengakui hal tersebut. Menyoal hal itu, KPK mengaku akan mendalami karena pihak swasta tidak memiliki kewenangan untuk meminta suatu anggaran proyek masuk dalam APBD.
Melainkan yang memiliki kewenangan untuk memasukan anggaran ialah Pemkot Malang.
Baca: Aksi Pengendara Motor Lawan Arah yang Dihukum Ini Bikin Ketawa Pengendara Lainnya
"Tentu itu yang akan kami dalami, perannya apa saja, bekerjasama dengan siapa saja, bagaimana proses penganggarannya, apakah benar sudah dihilangkan? Itu materi penyidikan yang akan berlanjut dalam pengembangan," beber Febri.
Diketahui Proyek Jembatan Kedungkandang memang bermasalah sejak awal dianggarkan, 2012 silam. Saat itu anggaran yang disetujui DPRD Malang Rp 54 miliar.
Sementara pihak pelaksana proyek setelah tender yakni PT Nugraha Adi Taruna (NAT) justru wanprestasi, hingga proyek tersebut mangkrak.
Perhitungan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Malang menyebut ada kerugian keuangan negara dari proyek tersebut.
Kasus ini kemudian ditangani oleh Polres Malang pada 2013. Namun, tidak ada kejelasan. Kemudian, pada 2015, atas persetujuan Walkot Malang saat ini, Muhamad Anton, anggaran proyek Jembatan Kedungkandang kembali dialokasikan.
Namun ditolak oleh DPRD karena belum ada status 'clear' dari pihak penegak hukum setempat.
Dikonfirmasi soal penanganan kasus itu sebelumnya sudah ditangani Polri tahun 2013 lalu diambil alih KPK di 2016, Febri mengaku tidak mengetahui.
"Info yang saya dapat KPK sudah menangani penyelidikan sejak 2016 dan mengklarifikasi ke sejumlah pihak. Kalau memang sebelumnya ada penegak hukum lain yang sudah menangani, sesuai UU yang mengatur, yang dipakai itu yang di penyidikan," kata Febri.