TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket KPK bentukan DPR nekat mengunjungi safe house yang berada di Depok, Jawa Barat, Jumat (11/8/2017), meski tidak ada izin dari lembaga antirasuah itu.
Uniknya kunjungan dilakukan pada saat DPR dalam masa reses dan hanya berdasarkan keterangan seorang saksi bernama Niko Panji Tirtayasa.
Niko merupakan saksi kasus suap terhadap Akil Mochtar, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK).
Dalam melaksanakan aksinya mengatur sengketa pilkada yang diajukan ke MK, Akil melibatkan orang kepercayaannya bernama Muchtar Effendi. Sedangkan Niko pernah menjadi sopir Muchtar.
Ketika dimintai keterangan sebagai saksi oleh Pansus Angket KPK, Niko mengaku pernah ditempatkan di safe house di kawasan Depok.
Ia mengatakan lokasi tersebut tidak bisa disebut sebagai safe house karena kondisinya tidak layak sehingga lebih tepat merupakan rumah penyekapan.
Baca: Tewasnya Saksi Kunci tak Menghambat Proses Penyidikan Tersangka Setya Novanto dan Markus Nari
Niko ikut bersama rombongan anggota Pansus Angket KPK, tiba di lokasi sekira pukul 16.00 WIB.
Niko langsung mengatakan kondisi rumah itu saat ini jauh lebih baik daripada saat dirinya menghuni tempat itu pada 2014 lalu.
"Kondisi saat ini lebih baik. Waktu saya tinggal di sini, itu tertutup (menunjuk pagar yang ditutup fiber hitam). Lalu atap ini selalu banjir saat hujan, jadi lembab kondisinya (sambil menujuk atas teras depan)," ungkap Niko.
Anggota Pansus Angket KPK, Taufiqulhadi, menyebut kondisi rumah itu seperti rumah sekap.
"Ternyata benar, bukan safe house tapi rumah sekap," ujar Taufiqulhadi.
Bangunan itu berada di Jalan TPA Cipayung, Depok. Dalam rumah berjejer meja kantor yang sudah tidak terpakai dan lapuk.
Terdapat empat kamar tidur dan dua kamar mandi. Terdapat empat ventilasi di setiap kamar, masing-masing berukuran sekira 20x20 cm hanya. Tampak beberapa lemari yang berisi dokumen-dokumen.
Juru Bicara KPK, Febri Diansyah menyatakan pansus tidak pernah mengajukan izin mengunjungi safe house kepada KPK.
"Tidak ada permintaan atau surat sama sekali yang kami terima terkait hal itu," terang Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, di kantor KPK, Jakarta, Jumat.
Bersifat rahasia
Febri menjelaskan keberadaan safe house merupakan upaya memenuhi undang-undang dalam memberikan perlindungan kepada para saksi kasus korupsi. Otomatis KPK sangat merahasiakan keberadaan rumah aman.
"Jadi, yang namanya safe house, artinya sifatnya rahasia, sehingga perlu dipertimbangkan," ungkap Febri.
KPK tidak mengetahui maksud dan tujuan Pansus Angket mengunjungi safe house.
Manuver Pansus Angket itu tidak membuat KPK risau.
"Tidak ada yang perlu dikhawatirkan oleh KPK. Safe house itu sudah jelas dan kuat dasar hukumnya," ujar Febri Diansyah.
Ia melanjutkan keberadaan safe house diatur dalam undang-undang.
Menurutnya, justru aneh pernyataan yang menyebut safe house tidak ada dasar hukum apalagi menyebutkan sebagai rumah sekap hanya berdasarkan keterangan satu orang saksi.
Terlebih KPK telah menghentikan perlindungan terhadap saksi tersebut (Niko Panji Tirtayasa) karena dinilai tidak konsisten dan tidak kooperatif saat menjadi saksi.
"Nanti kita lihat hasilnya seperti apa, karena sepertinya ada pihak-pihak yang sangat bersemangat ke rumah tersebut meskipun DPR sebenarnya sedang reses saat ini. Apa motivasinya kami tidak tahu," tegas Febri.
Niko pernah mendapat perlindungan dari KPK karena mendapat tekanan dan intimidasi.
"Setelah kami cek, kami beri perlindungan. Tidak hanya ditempatkan di safe house, KPK bahkan memberi biaya hidup terhadap istri dan keluarganya. Tapi apa yang dilakukan saat ini? Kami tidak tahu motifnya apa. Kalaupun ada yang menyuruh dia, siapa?" tambah Febri.
Tak Terpengaruh Manuver Pansus
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku tidak terlalu mempedulikan manuver para politisi di Senayan itu.
"Bagi KPK hal tersebut tidak terlalu penting. Kami akan terus bekerja menangani kasus besar seperti e-KTP dan BLBI, termasuk kasus suap terkait pengadaan Alquran serta Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR)," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, di kantor KPK, Jakarta, Jumat (11/8/2017).
Menurut Febri, kasus-kasus besar tersebut penting dituntaskan karena diduga ada uang korupsi yang mengalir pada banyak pihak, di antara anggota DPR dan swasta.
"Semua tindakan yang dilakukan KPK tentu berdasarkan aturan hukum dan dapat dipertanggungjawabkan," tegas Febri.
Setelah dikunjungi oleh Pansus Angket, apakah KPK akan memindahkan lokasi safe house tersebut? Febri Diansyah mengatakan safe house untuk saksi sifatnya hanya sementara, baik lokasi ataupun rentang waktu.
"Safe house KPK bagi saksi bersifat sementara. Kami mempertimbangkan banyak hal sebelum menentukan lokasi ataupun rentang waktunya," ungkap Febri.
Ketua Pansus Hak Angket DPR Agun Gunandjar Sudarsa mengatakan kunjungan ke safe house di Depok untuk menguji Niko Panji Tirtayasa.
"Kami ingin melihat apakah yang disampaikan Niko bener nggak. Rumah itu ada apa tidak," kata Agun.
Menurutnya kunjungan itu bisa menjadi referensi untuk menyusun rekomendasi terkait penyusunan Undang-undang Rumah Aman.
"Apakah memang untuk keperluan pemeriksaan. Kalau untuk keperluan pemeriksaan, mengapa tidak dilakukannya di kantor? Kalau memang itu digunakan sebagai tempat melaksanakan tupoksi (tugas pokok dan fungsi) harus ada dasar hukumnya, apakah dasar hukumnya ada," kata Agun.
Menurut Agun, seharusnya memberikan keamanan kepada saksi adalah kewenangan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Untuk itu Pansus KPK juga akan mengkonfirmasi kepada LPSK soal rumah aman yang disebut Niko ada di Depok dan Kelapa Gading, Jakarta Utara.
"Bukan sekadar menguji, untuk mengembangkan lebih jauh keterkaitan rumah seperti itu, dibenarkan atau tidak," kata Agun.
KPK tidak pernah memiliki rumah sekap seperti yang disebutkan oleh Niko Panji Tirtayasa, yang ada itu adalah safe house atau rumah aman untuk saksi.
Rumah aman ini diberikan atas perlindungan dan kerjasama dengan pihak kepolisian. (tribunnetwork/ter/wah)