TRIBUNNEWS.COM, LOS ANGELES - Kabar mengejutkan muncul dari Los Angeles, Amerika Serikat (AS).
Johannes Marliem, saksi kunci kasus megakorupsi proyek KTP elektronik yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 2,3 triliun, tewas.
Johannes Marlien diduga tewas bunuh diri menggunakan senjata api. Sebelum nekat menembak dirinya sendiri, Johannes Marliem sempat menyandera anak dan istrinya.
Sejumlah media di Los Angeles, Kamis (10/8/2017) memberitakan, ada insiden seorang pria bersenjata membarikade dirinya di sebuah rumah di kawasan Beverly Grove.
Kejadian itu ditangani oleh Kepolisian Los Angeles (LAPD), yang kemudian menutup seluruh area di sekitar North Edinburgh Avenue.
Menurut LAPD, pria bersenjata tersebut sempat menyandera seorang perempuan dan seorang anak, yang setelah dinegosiasi akhirnya dibebaskan.
Setelah LAPD dan pasukan khusus kepolisian setempat (SWAT) berhasil memasuki rumah tersebut, pria itu ditemukan tewas bunuh diri menggunakan senjata api.
Baca: Serda WS Ternyata Depresi, Tangannya Diborgol Kaki Dirantai
LAPD tidak merilis indentitas pria tersebut, namun kemungkinan besar korban adalah Johannes Marliem.
Sebuah akun Instagram dengan nama @mir_at_lgc membenarkan insiden di Beverly Grove melibatkan Johannes Marliem, yang disebutnya menggunakan inisial "JM".
Akun tersebut juga mengatakan rumah yang menjadi lokasi insiden di kawasan Beverly Grove itu merupakan rumah Johannes Marliem.
"Ya, itu rumahnya. Saya pernah mengantar Lamborghini Aventador SV Roadster untuknya ke sana," tulis akun @mir_at_lgc, ketika ditanyai soal kematian JM dengan insiden di sebuah rumah di Beverly Grove.
Dikatakan pula dua orang keluar dari rumah tersebut. Mereka sebelumnya disebutkan sebagai seorang perempuan dan seorang anak.
"Orang-orang yang keluar dari rumahnya itu adalah putri dan istrinya," lanjut akun @mir_at_lgc.
Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah membenarkan soal kabar meninggalnya Johannes Marliem di AS.
"Saya dapat informasi, Johannes Marliem sudah meninggal dunia," ucap Febri.
Namun ia mengaku tidak tahu apa penyebab dan latar belakang kematian Johannes Marliem.
"Kematian yang bersangkutan (Johannes Marliem) itu domain dari aparat penegak hukum di sana (AS)," tambah Febri.
Dalam surat dakwaan kasus proyek KTP elektronik yang melibatkan terdawa Irman (mantan Dirjen Dukcapil, Kementerian Dalam Negeri) dan Sugiharto (Mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan.
Nama Johannes Marliem disebut sebagai penyedia produk automated finger print identification sistem (AFIS) merk L-1. Ia pernah diinterogasi penyidik KPK di Amerika Serikat.
Ia disebut sebagai saksi kunci karena mengikuti dan merekam semua kegiatan terkait dengan proyek KTP elektronik yang melibatkan sejumlah pejabat, politisi, dan pengusaha.
Meninggalnya Johannes Marliem tidak menghambat proses penyidikan tersangka Setya Novanto (Ketua DPR) dan tersangka Markus Nari (anggota DPR).
"Untuk penanganan perkara e-KTP kami punya bukti kuat. Penyidikan e-KTP untuk tersangka SN dan tersangka MN tetap jalan," ujar Febri Diansyah.
Dari Johannes Marliem, penyidik KPK banyak mendapatkan bukti rekaman dan aliran uang proyek e-KTP ke DPR dan pejabat Kemendagri.
Sedang di Singapura, penyidik beberapa kali memeriksa Paulus Tannos, pemilik PT Sandipala Arthapura, anggota konsorsium pemenang tender proyek e-KTP.
Dari keterangan dua saksi kunci ini, penyidik mendapatkan bukti valid soal pertemuan yang dihadiri oleh Setya Novanto dan Andi Narogong terkait proyek e-KTP.
Ketua KPK, Agus Rahardjo pun membenarkan penyidiknya pergi ke AS dan Singapura untuk melengkapi penyelidikan Setya Novanto pada kasus korupsi e-KTP.
Indonesia Corruption Watch (ICW) menyayangkan kematian Johannes Marliem.
"Patut diduga hal ini merupakan upaya sistematis untuk menghalangi pengusutan lebih jauh kasus ini terutama terkait dengan aliran dana pada pejabat penting negeri ini," ujar Koordinator Divisi Investigasi ICW, Febri Hendri.
Namun ICW yakin, KPK bisa mengatasi masalah ini dengan menyiapkan bukti lain.
ICW berharap KPK dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menjaga keselamatan saksi kunci dalam setiap kasus korupsi.
Terutama pada kasus korupsi besar sehingga penanganan perkara korupsi lebih efektif. (cbslosangeles/abc7/rut/ter)