TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kebijakan sekolah lima hari atau lazim disebut 'Full Day School' tidak bisa dipaksakan di seluruh sekolah di Indonesia.
Namun yang jelas program tersebut dinilai baik untuk mengawal masa pertumbuhan anak.
"Pendapat saya, bahwa saya berpihak bukan pada FDS atau bukan tetapi saya berpihak kepada pengasuhan anak yang baik dan bertanggungjawab untuk pertumbuhan anak-anak," ujar Pakar Pendidikan Arief Rachman dalam pernyataannya, Selasa(15/8/2017).
Karena tidak adanya sifat memaksa itulah lanjut Arief maka pendidikan di pesantren tidak perlu diterapkan 'Full Day School'.
"Kalau santri itu kan orang tuanya ada di rumah, ya berkebun atau nelayan. Sehingga tidak perlu full day school,"ujarnya.
Kebijakan Full Day School (FDS) lanjut Arief juga dinilai hanya cocok untuk diterapkan di perkotaan.
Karena para orangtua di perkotaan seperti di Jakarta bekerja dari pagi hingga sore atau malam.
"Sehingga ini membantu anak-anak berada di tempat yang betul-betuk di-breafing oleh sekolah. Jadi lebih baik anak-anak di bawah bimbingan yang bertanggungjawab maka dibuat FDS,"ujarnya.
Karena itu lah, dia mengingatkan pondok pesantren atau para santri harus paham dengan wacana Full Day School (FDS) sebelum menolak kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) tersebut.
"Kenapa mereka menolak? Mereka harus paham. Jangan asal demo-demo saja tidak tahu masalah," ujarnya.