TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggandeng POM TNI dan tim independen untuk memeriksa dugaan korupsi pengadaan helikopter AgustaWestland (AW) 101.
Berlangsung di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, pemeriksaan dimulai sekitar pukul 10.50 WIB.
"Pengecekan fisik oleh tim ahli bukan dari KPK, tapi dari independen terkait dengan ahli pesawat," kata Komandan Pusat Polisi Militer Mayor Jenderal TNI Dodik Wijanarko di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Kamis (24/8/2017) siang.
Ada sekitar lima orang berpakaian sipil didampingi POM TNI saat memeriksa helikopter AgustaWestland (AW) 101.
Pemeriksaan dimulai dengan melihat kondisi luar heli asal Inggris tersebut. Beberapa saat berselang para penyidik masuk ke dalam heli lewat pintu belakang.
Tidak terlihat jelas apa saja yang dicek atau dilakukan penyidik KPK dan POM TNI di dalam heli tersebut. Sebab, awak media menyaksikan pemeriksaan tersebut dari lokasi yang dibatasi dengan jarak sekitar lima meter.
Sesekali kilatan cahaya dari blitz kamera terlihat dari dalam helikopter. Tak lama kemudian, penyidik KPK sudah terlihat berada di bagian kokpit.
Baca: Selama 7 Bulan Tonny Tidur di Mess Sederhana Bersama Uang Cash Rp18,9 Miliar
Di sana, ada sekitar tiga sampai empat orang penyidik memeriksa bagian atas, bawah, samping kiri dan kanan di sekitar tempat duduk kemudi heli.
Ada yang terlihat sedang melakukan pencatatan menggunakan media kertas atau smartphone, ada juga yang memotret di ruang kemudi tersebut.
Para penyidik nampak memperhatikan seksama bagian-bagian di sekitar ruang kemudi. Awak media hanya dapat menyaksikan pemeriksaan itu sampai sekitar pukul 11.15 WIB.
Pihak TNI AU meminta awak media menyudahi kegiatan peliputan, meski pemeriksaan masih berlangsung. Belum ada keterangan resmi dari TNI AU soal pemeriksaan ini, termasuk KPK.
Seperti diketahui, pengecekan fisik ini dalam rangka penyidikan terkait kasus pembelian helikopter tersebut yang bermasalah. Diduga, terjadi penggelembungan dana dalam pemberian heli asal Inggris tersebut.
Menurut Dodik, tim independen terdiri dari satu tim, yang belum dapat ia sebutkan jumlahnya. Rencananya, pemeriksaan akan dilakukan terhadap badan dan spesifikasi pesawat.
"Yang jelas kondisi fisik pesawat, kalau pesawat itu ada body ya mungkin body (diperiksa), ada mesin ya mungkin mesin, kalau ada yang lain-lain, ya mungkin yang lain-lain," ujar Dodik.
"Dalam rangka melengkapi berkas, supaya biar semuanya secara formal maupun material terpenuhi," tambah Dodik seraya menengarai pemeriksaan akan memakan waktu lama.
"Butuh waktu agak lama itu, nanti saya akan tanyakan ke ahlinya berapa lama," ujar Dodik.'
Sebelumnya, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menengarai dugaan penggelembungan anggaran dalam pembelian helikopter AgustaWestland (AW) 101.
Awalnya, pengadaan dikhususkan pada heli jenis VVIP untuk keperluan Presiden. Anggaran untuk heli tersebut senilai Rp 738 miliar. Namun, meski ditolak oleh Presiden Joko Widodo, pembelian heli tetap dilakukan. Jenis heli diubah menjadi heli untuk keperluan angkutan.
"Anggaran yang ada Rp 738 miliar itu untuk anggaran heli VVIP. Tapi heli angkut ini juga angarannya segitu, padahal spesifikasinya lebih tinggi yang VVIP," kata Gatot.
Selain itu, heli yang dibeli tersebut tidak cocok dengan spesifikasi yang dibutuhkan TNI Angkatan Udara. Misalnya, heli tidak menggunakan sistem rampdoor.
Hasil perhitungan sementara ditemukan kerugian negara sekitar Rp 224 miliar dari nilai proyek Rp 738 miliar tersebut.
Dalam kasus ini, TNI telah menetapkan lima orang tersangka dari jajarannya, sementara KPK menetapkan satu orang tersangka kasus ini dari pihak swasta.
Dodik menegaskan, proses penyidikan kasus helikopter AgustaWestland (AW) 101 saat ini masih berjalan. TNI akan menjalankan upaya terbaik untuk penuntasan kasus ini.
"Jalan terus, Insya Allah. Kami akan melakukan yang terbaik," kata Dodik.
Mengenai kemungkinan tersangka baru dalam kasus yang merugikan negara sekitar Rp 224 miliar itu, Dodik menyatakan, tidak akan gegabah dalam menetapkan tersangka.
"Ya kalau nanti dalam hasil pemeriksaan berkembang, ya pasti akan disampaikan. Kami tidak sembrono menentukan orang jadi tersangka," ujar Dodik.
Saat dikonfirmasi apakah para anggota TNI yang menjadi tersangka kasus ini masih aktif atau tidak, Dodik tak menjawabnya. Ia juga tak menjelaskan apakah terhadap para tersangka sudah dilakukan proses persidangan etik. TNI, kata dia, asas praduga tak bersalah terhadap para tersangka.
"Disangkakan belum tentu bersalah. Tapi kalau sudah diputuskan pengadilan jadi terpidana, baru bersalah," ujar Dodik.
Menurut Dodik, POM TNI akan bersama-sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam mengusut kasus ini.
"Ya, dua-duanya saling membantu," ujar dia. (rio/kps)