TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pasal 173 ayat (2) huruf E UU 7/2017 tentang Pemilu dinilai tidak mendukung politik kaum perempuan.
Karena kuota 30 persen perempuan untuk pengurus partai politik hanya di level pusat tidak sampai ke daerah (provinsi, kabupaten/kota).
"Dari perspektif perempuan memang pasal 173 ayat (2) huruf e kurang mendukung upaya percepatan pemenuhan keterwakilan perempuan di politik, yaitu melalui kaderisasi parpol," ujar anggota Komisi II DPR Golkar Hetifah Sjaifudian, Sabtu (26/8/2017).
Karena itu dia menyambut baik jika ada yang melakukan uji materi pasal itu ke Mahkamah Konstitusi dan menuntut 30 persen keterwakilan perempuan hingga di tingkat provinsi dan kab/kota.
"Artinya itu mendorong keterwakilan perempuan disemua level kepengurusan parpol, tidak hanya di pusat. Nah, sekarang kembali pada parpolnya, harus siap dan ada upaya ekstra terhadap peningkatan keterwakilan perempuan," tegasnya.
"Kalau Partai Golkar sejak awal selalu mendukung ketentuan yg mengatur peningkatan keterwakilan perempuan di semua level," demikian Hetifah Sjaifudian.
UU Pemilu pada pasal 173 ayat 2 huruf E yang mengatur keterwakilan perempuan digugat oleh PSI ke MK.
Kuasa hukum PSI Dini Shanti Purwono mengatakan, syarat yang mewajibkan keterwakilan 30 persen perempuan hanya di kepengurusan pusat merupakan tindakan diskriminatif.
Sebab, kans para 'srikandi' untuk terlibat aktif dalam kepengurusan di tingkat daerah menjadi terbatasi.