TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Presiden Jusuf Kalla membacakan puisi yang ditulisnya sendiri untuk istrinya Mufidah Kalla.
Puisi panjang tersebut ia bacakan dalam acara perayaan ulang tahun pernikahan yang ke-50 di Hotel Dharmawangsa, Jakarta Selatan, Minggu malam, (27/8/2017).
Puisi tersebut sempat disinggung JK saat dirinya diisukan sakit pada Jumat lalu. Saat ditanya hal tersebut, JK menyebutkan dirinya sehat dan sedang membuat puisi untuk ulang tahun pernikahnnya dengan Mufidah Kalla.
Berikut Puisi JK untuk istrinya yang dibacakan pada perayaan ulang tahun yang ke 50:
Setengah Abad yang Indah
Di hari minggu yang sama setengah abad yang lalu, kita duduk bersanding dengan penuh bahagia. di aula hotel negara, Makassar yang pada waktu itu cukup terpandang. Sekarang sudah bubar itu hotel.
Setelah paginya akad nikah di rumah, yang dipenuhi para keluarga, itu hari terindah dalam hidupku. aku pertama kali melihatmu, waktu kita di SMA. Kita bersebelahan kelas. Karena kau adik kelasku. Aku terpesona dengan kesederhanaanmu. walaupun kau sempat takut tak peduli padaku. Aku menyukaimu pada detik pertama aku melihatmu.
Tujuh tahun lamanya aku berusaha untuk mendekati dan meyakinkanmu. Tapi engkau seperti jinak jinak merpati. sama dengan nama jalan di depan rumahmu. Antara mau dan tidak sering membingungkan tidak jelas. Aku bersabar berjuang dengan waktu. Namanya pacaran tapi kurang asyik seperti teman teman saya lainnya.
Kemana-mana kau dikawal oleh adik adikmu kayak paspampres saja. Walaupun aku punya vespa tapi kamu enggak pernah mau dibonceng. Selama tujuh tahun kita hanya sekali nonton bioskop. itupun dengan teman temanmu. sehingga untuk bisa memgang tanganmu saja, sangat sulit.
Tapi kutahu hal yang sulit biasanya berakhir manis. akar budaya kita memang berbeda, antara Bugis dan Minang. Orang tuamu terkadang khawatir karena engkau anak perempuan satu satunya. adiknya laki laki semua.
Orang tuaku pula sering salah mengerti adat minang. Kenapa perempuan lebih banyak menentukan. perbedaan yang nyaris menduakan kita. Kalau ke rumahmu harus siap untuk sabar. Mendengar petuah bapakmu dengan suara yang pelan, seperti guru menasehati muridnya. Karena memang bapak dan ibumu juga guru. Aku ingin menemuimu tapi bapakmu menyembunyikanmu.
Kau baru dipanggil keluar kalau saya permisi pulang. sebenarnya itu termasuk perilaku yang kejam. Datang ke rumahmu sore hari sebelum magrib, begitu magrib aku berdiri dan azan dengan fasih. Keluar salat berjamaah yang diimami oleh bapakmu.
Ini juga penting dengan bapakmu aku juga lagi salat. setelah tamat SMA kau bekerja di BNI. (lalu) kuliah sore. Sampai kuliah aku juga bekerja di kantor bapakku, agar bisa sering terbang, sekali seminggu aku minta menjadi asisten dosen dan mengajar di kelasmu tanpa honor. semua itu agar bisa bertemu dengan mu, dan melihat senyummu.
Keras sekali perjuanganku tapi demi menatapmu
Akhirnya kau luluh juga. ayahku akhirnya memahami perbedaan adat kita, selain ibuku dan sahabatnnya memberi nasihat. Mungkin juga setelah membaca buku Hamka, tenggelamnya kapal Van der Wijk.
Semua itu karena untuk melihat senyummu.
Saat orang tuaku melamarmu untuk jadi istriku, aku melihat cakrawala tersenyum perjuangan cinta bertahun tahun yang berbuah manis. Setelah kita menikah aku menjalankan perusahaan ayahku. kau sekretaris, merangkap keuangan karena kita belum bisa, memegang pegawai tambahan.
Disamping mengasuh anak dan mengurus rumah dengan baik. anak-anak kita kau asuh sendiri tanpa suster suster seperti cucu kita sekarang.
Selama 50 tahun kau chef terbaik yang ku kenal karnanya kita jarang makan di restoran. di kantor pun setiap hari kau kirim makanan. teman teman selalu menunggu apa yang akan kau hidangkan. Kau tahu cintamu terus mengitariku karena hidangan yang kau buat.
50 tahun kita jalani 33 tahun di makassar dan 17 tahun di jakarta. sungguh suatu perjalanan yang panjang. kita jalani hidup tanpa tanpa berubah kecuali aku suka kesederhanaanmu sejak pertama aku melihatmu dan sekarang kesederhanaanmu terindah. Secara ekonomi gaji pejabat negara tidak besar. termasuk Bapak Jokowi. lebih besar hasil usahamu yang bermacam macam, sampai tambak udang sambil menelpon dari meja riasmu.
Mungkin perpaduan semangat Minang dan Bugis yang kau alami. Kau perempuan hebat istriku.
Dalam aura kesederhanaanmu tersimpan energi yang dahsyat. Orang bugis tak fasih berkata kata indah. Kecintaannya ditunjukkan oleh perilaku, bahasa tubuh, dan senyumnya. Untuk romantispun aku tak pandai ucapkan dengan kata kata.
Karena itu aku minta maaf kepadamu, karena selama 50 tahun aku tak pernah beri bunga sambil berucap I love you.