Sebagaimana praktik di negara demokrasi yang telah mapan, over regulated sangat dihindari.
Ke depan perencanaan legislasi di DPR hendaknya tidak hanya bertumpu pada sejumlah RUU yang ditargetkan.
Oleh karena itu, DPR bersama Pemerintah perlu mengevaluasi bentuk Prolegnas yang selama ini masih menitikberatkan pada jumlah.
Demikian ditegaskan Ketua DPR Setya Novanto ketika menyampaikan Pidato Laporan Kinerja DPR Tahun Sidang 2016-2017 di depan Rapat Paripurna menyambut HUT ke-72 DPR-RI, Selasa (29/8).
Menurut Novanto, memasuki tahun ketiga periode keanggotaan 2014-2019, pelaksanaan fungsi legislasi tidak hanya didasarkan pada pencapaian target dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
DPR terus berupaya agar undang-undang yang dihasilkan dapat diimplementasikan seefektif mungkin dan memiliki visi jauh ke depan.
Secara substansial, lanjut Pimpinan DPR dari FPG ini, sebuah RUU tidak harus mengatur secara komprehensif dari hulu hingga hilir, melainkan dapat dilakukan secara parsial sesuai dengan kebutuhan, sehingga tidak memerlukan waktu yang panjang dan energi yang besar untuk menyelesaikannya.
Lebih lanjut dikemukakan, dalam pelaksanaan fungsi legislasi pada Tahun Ketiga 2016-2017, DPR telah menyelesaikan pembahasan sebanyak 17 (tujuh belas) rancangan undang-undang (RUU) menjadi undang-undang (UU).
Jumlah ini meningkat dibandingkan tahun sidang sebelumnya yang menyelesaikan 16 (enam belas) RUU.
“Meskipun meningkat, kita dituntut untuk terus bekerja keras agar target Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tercapai. Kinerja legislasi DPR juga dipengaruhi oleh politik legislasi pemerintah dan semangat dalam proses penyelesaiannya. Untuk itu, diperlukan sinergitas antara DPR dan Pemerintah dalam melaksanakan Prolegnas sehingga capaian kinerja legislasi akan meningkat setiap tahun, baik kuantitas maupun kualitas,” ujarnya.
Kekuasaan membentuk undang-undang memang berada di tangan DPR sesuai Pasal 20 ayat (1) UUD Negara Tahun 1945.
Namun dalam pembahasannya dilakukan bersama-sama antara DPR dan Pemerintah. Sejauh ini, RUU yang diselesaikan menjadi undang-undang selalu membawa amanat rakyat, seperti Undang-Undang No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang memberikan perlindungan terhadap penyalahgunaan informasi dan transaksi elektronik, Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU) No. 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan menjadi Undang-Undang, dan Undang-Undang No. 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.
Selain itu, DPR RI juga melakukan penyempurnaan dan penguatan demokrasi substansial melalui Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.