Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Komisi III DPR berinisiatif untuk menyusun Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Tata Cara Penyadapan.
Hal ini mengacu pada Putusan Mahkamah Konstitusi pada 2011 yang menyatakan pembatasan hak asasi manusia melalui penyadapan harus diatur oleh payung hukum setingkat undang-undang untuk menghindari penyalahgunaan wewenang yang melanggar HAM.
"Kami Komisi III DPR akan ambil inisiatif untuk membuat RUU Tata Cara penyadapan sebagai inisiatif DPR," kata Ketua Komisi III Bambang Soesatyo usai rapat kerja bersama KPK di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (12/9/2017).
Bambang menjelaskan, tentang mengapa tata cara penyadapan harus diatur melalui UU karena tidak hanya dilakukan KPK namun di berbagai lembaga negara juga melakukannnya.
Sebut saja Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Narkotika Nasional (BNN), dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
Namun, UU mengatakan memang hanya KPK yang tidak membutuhkan izin ketika ingin menyadap dan BIN tidak perlu izin namun bukan untuk kepentingan pro justisia.
Menurutnya, Komisi III telah menunjuk politikus PPP Arsul Sani sebagai Liaison Officer (LO) untuk segera menyusun draf RUU Penyadapan.
"Kami sudah tunjuk LO itu Pak Arsul Sani dari PPP untuk segera memulai melaksanakan dan mengundang berbagai pendapat akademisi untuk penyusunan RUU tentang tata cara penyadapan karena penyadapan itu bukan hanya hak KPK," kata Bambang.
Politikus Partai Golkar ini menjelaskan, pihaknya juga sudah enyiapkan Kerangka Acuan Kerja RUU Penyadapan.
Kemungkinan, draf RUU Penyadapan baru akan terlihat akhir tahun 2017 dilanjutkan dengan pembahasan pada tahun 2018.
Targetnya, RUU Penyadapan bisa rampung dibahas sebelum masa jabatan anggota DPR periode 2014-2019 selesai.
"Kita baru menyiapkan tornya, kemungkinan akhir tahun ini baru tergambar drafnya. Mungkin tahun depan bisa jalan pembahasannya. Tapi kita targetkan dalam periode kami 2014-2019 ini bisa kami selesaikan," kata Bambang.