TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Bupati Bangkalan 2003-2013, KH Fuad Amin menerima dengan lapang dada dan legowo atas keputusan Mahkamah Agung (MA) menjatuhkan hukuman 13 tahun penjara atau dua tahun di bawah tuntutan KPK.
Demikian hal ini disampaikan H. Abdul Latief Amin Imron selaku adik kandung Fuad Amin kepada wartawan (22/9/2017).
“Ya, kami sekeluarga menerima putusan MA dengan lapang dada dan legowo. Sebagai warga negara yang baik, beliau sekarang menjalani kehidupan di lembaga pemasyarakatan sukamiskin. Semoga dengan putusan hukum ini menjadikan beliau lebih meningkatkan amal ibadahnya,” katanya.
Latief meminta kepada semua pihak bahwa keputusan hukum yang menyangkut Fuad Amin sudah final dan bisa dijalaninya dengan sikap legowo dengan tunduk pada aturan hukum yang berlaku.
Sehingga tak perlu lagi mengutak-atik bahkan mendramatisir kasusnya untuk kepentingan Pilbup Bangkalan 2018 nanti.
KH. Fuad Amin adalah seorang cucu Ulama besar Madura, KH. Muhammad Khalil Bangkalan atau yang sering dijuluki masyarakat Madura sebagai Syaichona Cholil.
Oleh karena itulah, meski tersandung perkara tokoh kharismatis ini begitu dicintai masyarakat Madura.
“Rata-rata yang berkunjung ke lapas sukamiskin antara 200-400 orang madura setiap bulannya, sambil membawakan masakan khas madura kesukaannya seperti bebek sinjay bangkalan dan soto madura. Ini membuktikan bahwa sosok beliau memang dicintai masyarakat Bangkalan sebagai pengayom,” tutur Latief.
"Kalau orang madura punya uang, tapi takut naik pesawat dibelain naik kereta api."
Ketika rencana pembangunan jembatan Surabaya-Madura (Suramadu) ditolak masyarakat Madura saat itu karena dikhawatirkan dapat menggerus laju kerusakan budaya dan kearifan lokal masyarakat, KH. Fuad Amin tampil di garda terdepan dengan menjelaskan ke masyarakat bahwa ia melihat dampak positif jembatan Suramadu demi percepatan dan kemajuan masyarakat Madura.
Saat itu, Fuad Amin dipercaya Gubernur Jawa Timur Imam Utomo pada tahun 2004 sebagai Ketua Tim 9 yaitu panitia untuk pembebasan tanah yang menghubungkan ke jembatan Suramadu.
“Beliau sebagai tokoh masyarakat Madura yang berani berseberangan pendapat dengan tokoh masyarakat Madura saat itu demi kemaslahatan bersama dan kemajuan ummat,” kata Latief.
Setelah jembatan suramadu berdiri megah sebagai penghubung pulau Madura dengan pulau Jawa, yang sudah dirasakan nilai manfaatnya bagi percepatan dan pemerataan perekonomian, nampaknya, inilah salah satu yang menjadikan masyarakat Madura merindukan sosok Fuad Amin yang berani tampil membela kepentingan masyarakat.