TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Putusan praperadilan Setya Novanto yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, menuai polemik dan kontroversi. Hakim tunggal Cepi Iskandar mengabulkan sebagian gugatan praperadilan Setya Novanto, dalam dugaan korupsi E-KTP.
Kini, sang Ketua DPR pun bebas dan tak lagi menyandang status tersangka. Hakim menilai penetapan Novanto sebagai tersangka tidak sesuai prosedur.
KPK turut diminta untuk menghentikan penyidikan terhadap Novanto. Sejumlah pertimbangan di praperadilan dibeberkan.
Diantaranya, penetapan tersangka harus dilakukan di akhir tahap penyidikan, serta alat bukti yang berasal dari penyidikan terhadap Irman dan Sugiharto tidak bisa digunakan untuk menangani perkara selanjutnya.
Meski menerima putusan praperadilan, namun sejumlah kejanggalan dirasakan oleh KPK. Mulai dari penolakan hakim untuk mendengarkan rekaman hingga alat bukti yang digunakan KPK untuk menetapkan status tersangka Setya Novanto dipermasalahkan.
Baca: Sosok Religius Hakim Cepi Iskandar
Baca: Misteri Isu PKI dan Janji Pasokan Senjata Chung
Atas putusan tersebut, KPK berniat untuk melakukan langkah taji guna menjerat kembali Ketua Umum Golkar Setya Novanto. Penerbitan surat perintah penyidikan atau sprindik baru pun, jadi pertimbangan.
Lantas, benarkah praperadilan Setya Novanto diselimuti kejanggalan ? akankah siasat KPK untuk menjerat kembali Setya Novanto, terbukti taji ?
Anda bisa menyaksikan talkshow Satu Meja episode “Setya Novanto & Siasat KPK”. Senin, 2 Oktober 2017, pukul 22.00 WIB membedah topik ini di Kompas TV bersama Pemimpin Redaksi Harian Kompas Budiman Tanuredjo.