TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Bupati Konawe Utara Aswad Sulaiman dikabarkan bakal mengajukan gugatan praperadilan atas penetapan tersangkanya di dua kasus berbeda di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang tidak mempermasalahkan hal itu.
Menurutnya itu adalah bagian dari cek and balance.
"Tidak papa (praperadilan) itu kan bagian dari cek and balance," kata Saut, Kamis (5/10/2017) di KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.
Terpisah Juru Bicara KPK, Febri Diansyah juga mempersilahkan pihak tersangka untuk mengajukan praperadilan.
Menurut Febri, pihak KPK melalui Biro Hukum pasti akan menghadapi sidang praperadilan tersebut dengan beragam persiapan.
"Ada cukup banyak praperadilan yang sudah kami hadapi beberapa waktu belakangan ini. Ada satu-dua yang permohonnannya diterima, tapi tentu seluruh praperadilan itu kami hadapi. Persiapannya sama. Karena sebenarnya yang diuji, kalau mengacu pada Perma No 4 tahun 2016 itu adalah aspek formalitas. Jadi silakan saja ajukan praper, kami akan hadapi," ujar Febri.
Baca: Koalisi Masyarakat Sipil: Segera Panggil Hakim Praperadilan Setya Novanto
Diketahui, Aswad dijerat dua kasus oleh KPK. Pertama, ia selaku Bupati Konawe Utara periode 2007-2009 dan 2011-2016 ditetapkan sebagai tersangka karena diduga telah menyalahgunakan wewenangnya untuk memberi izin eksplorasi pertambangan, eksploitasi pertambangan serta izin usaha produksi kepada sejumlah perusahaan di Pemkab Konawe Utara dari 2007 sampai 2014. Kerugian negara dalam kasus ini ditaksir mencapai Rp2,7 triliun.
Kasus kedua, Aswad diduga menerima suap dari sejumlah perusahaan sebesar Rp13 miliar. Uang itu diterima Aswad selama menjabat sebagai bupati Konawe Utara 2007-2009.
Dalam kasus dugaan korupsi izin pertambangan, Aswad dijerat Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara di kasus suap, Aswad dijerat Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.