Laporan wartawan Tribunnews.com, Imanuel Nicolas Manafe
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Eryanto Nugroho mengungkapkan bahwa tiga tahun pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla, reformasi hukum tidak berjalan secara konsisten.
"Penilaian saya reformasi hukum dilaksanakan dengan tidak konsisten," ujar Eryanto dalam diskusi yang digelar di kawasan Cikini, Jakarta, Senin (9/10/2017).
Baca: Mangkir Dalam Sidang e-KTP, Setya Novanto Dianggap Menghina dan Melecehkan KPK
Eryanto menyoroti sejumlah peristiwa yang berkaitan dengan keadaan hukum di Indonesia, misalnya bagaimana kasus penyiraman terhadap Penyidik KPK Novel Baswedan.
Eryanto mengatakan kasus tersebut hingga kini belum mencapai titik terang, apalagi tidak adanya tim independen yang menjadi desakan publik agar Pemerintah mementuknya.
Baca: Medium Tank Buatan Pindad Banyak Dilirik Negara Asing
"Serangan ancaman nyata kepada Novel, Presiden sudah mengecam, tapi langkah dukungan ini dalam pandangan saya kurang cukup. Dorongan agar dibentuk tim independen tidak dilakukan," kata Eryanto.
khusus mengenai penuntasan kasus pelanggaran HAM masa lalu, Eryanto menilai hingga kini tidak ada kemajuan, bahkan cenderung mengalami kemunduran.
Baca: Pengurus Golkar Akan Temui Rita Widyasari di Tahanan KPK Bahas Soal Pilkada Kalimantan Timur
"Banyak pengaruh politik sehingga ini bergerak jauh dari keberhasilan," ucap Eryanto.
Baca: KPK Perpanjang Penahanan Auditor Madya BPK Selama 40 Hari
Selain itu, Eryanto menilai terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Organisasi Kemasyarakatan adalah langkah yang dapat mengganggu budaya hukum, bahwa apapun sengketa atau persoalan hukum diselesaikan melalui jalur pengadilan.
"Perppu Ormas yang banyak disayangkan. Ini terkait pembangunan budaya hukum karena Perppu Ormas bisa membubarkan ormas tanpa due process of law. Itu pesannya yang ditangkap masyarakat," kata Eryanto.