"Jangan sampai tenaga kerja didzolimi dengan model hubungan yang absurd dan merugikan mereka," tegasnya.
Dalam rangka mempercepat peningkatan skill dan kompetensi tenaga kerja, Kemnaker telah bekerja sama dengan Kadin dan kalangan industri menggenjot penguatan akses dan mutu pelatihan kerja (vocational training dan retraining).
Diantaranya melalui program pemagangan nasional yang pada tahun 2018 ditargetkan sebesar 400.000 orang atau sekitar 20 persen dari total angkatan kerja baru yang sekitar dua juta orang.
Reorientasi, revitalisasi dan rebranding Balai Latihan Kerja (BLK) juga dilakukan untuk mengangkat citra pelatihan vokasi yang sering dianggap second class, sekaligus memastikan pelatihan vokasi berjalan secara fokus, masif dan berkualitas.
"Akses dan mutu vocational training dan retraining harus diperkuat, sehingga calon pekerja dan pekerja dapat terus meningkatkan skill dan kompetensinya dimanapun mereka berada melalui pelatihan kerja berkualitas. Penyelenggara training dan retrainingnya bisa pemerintah, swasta, masyarakat atau kerja sama semua pihak," kata Kemnaker menindak-lanjuti arahan Presiden Jokowi.
Di luar itu, pemerintah juga sedang mengkaji kemungkinan adanya kebijakan sosial untuk mendukung akses dan mutu vocational training dan retraining.
Menurut Hanif, kebijakan sosial itu dapat berupa training investment fund/skills development fund (TIF/SDF) guna mengatasi pembiayaan pelatihan vokasi, dan unemployment benefit (dana cadangan pesangon) untuk program bantalan sosial bagi korban PHK.
"Jika akses dan mutu vocational training dan retrainingnya kuat, lalu didukung dengan kebijakan sosial seperti skills development fund dan unemployment benefit, maka orang Indonesia akan dapat kesempatan peningkatan skill seumur hidup (lifelong education) dan kemampuan bekerja sampai pensiun (lifelong employability)," pungkasnya. (*)