Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua DPP Bidang Organisasi Keanggotaan dan Kaderisasi (OKK) Partai Persatuan Pembangunan (PPP) hasil muktamar Jakarta, Djafar Alkatiri mengungkap hasil Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.
Djafar mengatakan, dalam pertemuan tersebut, pihaknya mempertanyakan kebijakan Menkumham yang dinilai melawan keputusan Mahkamah Agung.
Baca: Senin Depan, Wali Kota Batu Lawan KPK di Sidang Praperadilan PN Jakarta Selatan
"Kami ingin menagih janji kepada pemerintah khususnya Menkumham terhadap hasil hukum yang berlangsung. Dimana 504 dan 601 keputusan MA, yang memenangkan Muktamar Jakarta adalah produk hukum dan Undang-undang yang berlaku di Indonesia," kata Djafar saat menggelar konferensi pers di Kantor DPP PPP, Menteng, Jakarta, Kamis (26/10/2017).
Menurutnya, sebagai partai yang menjadi tumpuan umat Islam, PPP ingin menyampaikan aspirasi pengurusnya kepada Presiden Joko Widodo lewat Yasonna Laoly.
"Kami berharap dieksekusi sampai penerbitan SK oleh Menkumham," tambahnya.
Djafar juga menyampaikan aspirasi kader yang menilai Menkumham sengaja menghancurkan PPP dengan melanggar sumpah jabatannya saat dirinya dilantik sebagai menteri.
"Lalu umat Islam bertanya latarbelakang keberanian Menkumham melanggar hasil hukum? Apa melaksanakan perintah presiden, atau agenda beliau pribadi?" Katanya.
Namun Djafar mengaku yakin bahwa Presiden Jokowi tidak mungkin memerintahkan Menkumham melakukan hal tersebut.
"Untuk itu kami berharap Pak Yasonna Laoly jangan membenturkan Presiden Jokowi dengan umat Islam di Indonesia," katanya.
Menurutnya jika kebenaran dan kemenangan sesungguhnya ini tidak ditegakkan, maka hal ini akan berdampak besar resonasinya di seluruh Indonesia.
Djafar hanya heran dengan sikap Menkumham yang sampai hari ini belum juga melaksanakan perintah hukum.
"PPP ini partai besar sebagai aset bangsa karena itu kita menuntut dengan tegas kepada Menkumham untuk segera menerbitkan SK. Karena apabila tidak diterbitkan, Menkumham itu melakukan apa yang disebut dengan penghinaan terhadap sumpah jabatan. Selain itu ada tindakan melawan hukum dan pada tingkat yang lebih lanjut jika SK kita tidak keluar maka dia sama dengan melakukan penyelewengan kekuasaan," katanya.