TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tidak sampai sebulan, KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Wali Kota Cilegon nonaktif Tubagus Iman Ariyadi dan baru-baru ini ditangkap pula Bupati Nganjuk Taufiqurrahman.
Tertangkapnya Taufiqurrahman jelas menambah daftar kepala daerah, baik gubernur, bupati, dan wali kota yang ditangkap KPK sepanjang tahun ini lantaran diduga menerima suap.
"KPK tentu sangat prihatin dengan masih terjadinya tindak pidana korupsi yang diduga melibatkan kepala daerah. Ternyata sampai saat ini masih ada juga yang tertangkap," ujar Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan, Jumat (27/10/2017).
Karena kembali terulangnya kepala daerah tertangkap tangan, Basaria meminta seluruh instansi pemerintah bersama-sama KPK aktif melakukan pencegahan.
Baca: Atase Imigrasi KBRI Kuala Lumpur Dwi Widodo Divonis 3,5 Tahun dan Denda Rp 150 Juta
"Kami mengharapakan pencegahan tidak hanya dilakukan KPK. Kami mengharapkan semua kementerian, lembaga instansi termasuk masyarakat harus proaktif di dalam pencegahan ini," ucapnya.
Basaria menyebut, setelah maraknya kepala daerah tertangkap tangan menerima suap, KPK terus berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri untuk membangun sistem pencegahan, diantaranya melalui pembenahan inspektorat.
Terkait inspektorat, Basaria menginginkan agar inspektorat tidak masuk dalam struktur pemerintahan daerah, baik provinsi, kabupaten ataupun kota, yang berada di bawah gubernur, bupati atau wali kota.
Hal tersebut dilakukan guna menghindari inspektorat dikendalikan oleh kepala daerah yang bersangkutan, seperti yang terjadi di Kabupaten Pamekasan.
Dimana KPK menangkap tangan Bupati Pamekasan nonaktif Ahmad Syafii bersama Kepala Inspektorat Pemkab Pamekasan Sutjipto Utomo.
Hingga akhirnya mereka ditetapkan sebagai tersangka di KPK dan kini berkasnya sudah masuk tahap penuntutan.
"Kalau bupati (atau wali kota) berarti di provinsi, kalau provinsi berarti dari pusat. Tapi sampai saat ini memang ini belum dalam bentuk tertulis. Masih dalam proses penyelesaian," kata Basaria.