TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi IV DPR RI Ono Surono menyarankan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) agar melakukan moratorium pengadaan kapal untuk nelayan.
Hal itu dikatakan Ono karena adanya kejanggalan yang ditemukan oleh Komisi IV DPR RI setelah melakukan pengawasan langsung terhadap pengadaan kapal.
Kejanggalan itu, seperti terdapat keterlambatan kontrak, namun dalam hal ini pihak KKP seolah masih berkutat pada permasalahan verifikasi sejumlah galangan kapal yang tersebar di seluruh Indonesia.
“Setelah ditelusuri Komisi DPR, hanya sekitar 20-an galangan yang dinyatakan siap untuk melaksanakan pekerjaan pembuatan kapal, dan itupun telah terbentur oleh keadaan waktu yang tidak cukup untuk pengerjaannya,” ujar Ono Surono dalam keterangan tertulis, Senin (30/10/2017).
Selain itu, KKP juga mengalokasikan anggaran untuk pembuatan kapal sebanyak 3.450 unit.
Baca: Begini Perjalanan Hotel Alexis, Jadi Bahan Debat Pilkada DKI Sampai Akhirnya Ditutup
Tetapi, hal itu tidak tercapai sehingga Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) memberikan opini disclaimer terhadap KKP.
Menurutnya, anggaran untuk pengadaan kapal nelayan tersebut tidak dipermasalahkan asal untuk kepentingan kesejahteraan nelayan.
Namun, saat dilakukan evaluasi KKP hanya mampu mengadakan kapal sebanyak 1.354.
"Bukan hanya permasalahan disclaimer dari BPK saja yang dipertanyakan DPR, karena sejak awal rekan-rekan di Komisi IV sepakat dengan MenKP dan jajarannya, bahwa untuk menunjang dan mendukung terkait dengan kesejahteraan nelayan, kita setuju untuk," ungkapnya.
Politikus PDI Perjuangn itu juga mengingatkan, batas waktu pengerjaan kapal itu adalah 23 Desember, tapi dalam kenyataan banyak kapal yang belum selesai, kecuali 48 kapal saja dan sisanya dibagi dua antara pekerjaan di bawah 50 persen dan di atas 50 persen.
“Harap jadi catatan bahwa yang di bawah 50 persen dibatalkan kontraknya, ada 600 kapal lebih, dan sisanya sejumlah 758 kapal dilanjutkan dengan catatan khusus yaitu karena batas akhir pembayaran itu 23 Desember maka dikeluarkan Bank Garansi sesuai kesepakatan dengan para pemenang tender,” imbuhnya.
Baca: Lima Tokoh Ini Masuk Radar PDIP Pasca-Berpisah dengan Golkar di Pilkada Jabar
Ono menuturkan bank garansi yang dikeluarkan, banyak dari mereka yang tidak memenuhi kewajibannya, dan secara otomatis bank garansi ini kembali kepada kas negara dan membuat perusahaan-perusahan penggarap kapal ini belum dibayar.
“Pertanyaannya adalah, keputusan pembatalan kontrak penggarapan sekitar 600 kapal itu setelah hasil disclaimer BPK ataukah sebelumnya? Ini mesti jelas dan masih banyak lagi yang perlu dipertanyakan karena semuanya pasti akan berimbas pada kegiatan di tahun berikutnya,” kata Ono