TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dalam minggu ini, politikus Partai Golkar, Yorrys Raweyai dua kali dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pertama pada Selasa (31/10/2017) dan kedua pada hari ini, Jumat (3/11/2017). Oleh penyidik, Yorrys diminta keterangannya sebagai saksi untuk tersangka Markus Nari (MN).
Pemeriksaan ini masih dalam kaitan kasus e-KTP, yaitu dugaan merintangi proses penyidikan, persidangan dan memberikan keterangan palsu pada persidangan kasus e-KTP dengan terdakwa Irman dan Sugiharto.
"Pemeriksaan hari ini karena ada kekurangan sejak BAP yang pertama. Kemudian ada beberapa pertanyaan tambahan diminta lagi sehingga saya ditelpon hari ini untuk hadir," ujar Yorrys di KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.
Lebih lanjut oleh penyidik KPK, Yorrys juga ditanya soal beberapa rapat di internal Partai Golkar, dimana Yorrys dalam kapasitas Koordinator Bidang Polhukam.
"Ini masih korelasi kasus e-KTP karena Rudi Alfonso punya hubungan erat dengan berbagai kasus di DPP Golkar. Kemudian masalah ini pernah dibahas dalam rapat internal Polhukam, mulai dari revisi UU KPK, kasus sampai pencekalan ketua umum," ungkapnya.
Atas korelasi itu, menurut Yorrys, penyidik memeriksa dirinya sebagai saksi untuk menggali apakah Yorrys pernah mengetahui adanya rapat mengenai masukan untuk pencabutan BAP Miryam S Haryani.
Selanjutnya, Yorrys juga mengaku ditanya apakah dia ikut dalam sebuah grub atau tidak. Pada penyidik, Yorrys mengaku sama sekali tidak tahu soal rencana pencabutan BAP Miryam.
"Pada penyidik saya katakan, prinsip saya mendukung pemberantasan korupsi. Ini kepentingan publik dan bangsa. Anda lihat, korupsi yang dilakukan oleh politisi ini paling buruk. Yang perlu kita dukung untuk menuntaskan dan kita ada dibelakang KPK. Karena kasus ektp ini kan sangat masif. Dia punya implikasi sangat luas. Masyarakat juga tau sekarang susah untuk mendapatkan e-KTP karena dikorupsi oleh Golkar," katanya.