News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Berita KBR

Kisah 5 Jurnalis Australia Yang Terbunuh Saat Invasi Indonesia ke Timor Leste

Editor: Content Writer
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Tempat tinggal para jurnalis Australia yang ditembak kini menjadi Pusat Belajar Komunitas Balibo.

Sudah 42 tahun berlalu sejak lima jurnalis Australia terbunuh di kota kecil Balibo, dekat perbatasan Indonesia dan Timor Leste. Para jurnalis itu berada di sana untuk meliput invasi Indonesia ke Timor Leste tahun 1975.

Berikut kisah lengkapnya dilansir dari Program Asia Calling produksi Kantor Berita Radio (KBR).

Beberapa bangunan di utara kota terlihat digunakan oleh militer Indonesia untuk mengeksekusi orang Timor. Kini rumah-rumah itu dibiarkan terbengkalai dan menjadi pengingat yang tidak mudah dilupakan atas pendudukan Indonesia. 

Kota kecil ini punya arti penting bagi Timor Leste karena letaknya berdekatan dengan perbatasan. Warga Balibo bercerita, kalau mereka telah melihat banyak konflik. “Ini adalah sejarah penting untuk diingat oleh saya sebagai pelajar karena pada saat yang sulit mereka menyerahkan hidup mereka,” katanya.

Pada 1975, lima jurnalis Australia datang ke sini untuk meliput invasi Indonesia ke Timor Leste, dan mereka ditembak mati. Tidak ada yang tahu pasti apa yang terjadi hari itu, tapi diyakini mereka sengaja ditargetkan dan dibunuh. Anehnya, tidak ada yang dituntut atas kematian mereka.

Kini 42 tahun kemudian, orang-orang sedang sibuk mempersiapkan acara untuk mengenang kelima jurnalis itu. Acara yang digelar mulai dari turnamen sepak bola hingga konser.

“Bagi saya ini sangat menyedihkan dan mengganggu. Bukan hanya karena mereka adalah orang Australia, yang sebenarnya adalah orang Australia, Selandia Baru dan Inggris. Tapi juga fakta bahwa di sinilah tempat di mana invasi Indonesia dimulai setelah mereka melewati perbatasan,” kata seorang warga Australia.

Setelah invasi berdarah tahun 1975, Timor Leste berada di bawah pendudukan Indonesia sampai tahun 1999.

Amnesty International memperkirakan selama pendudukan sekitar 200 ribu orang Timor, hampir sepertiga dari populasi, meninggal karena kelaparan dan kekerasan.

Beatiz Silava Santos, 44 tahun, mengatakan peristiwa pendudukan dan kematian lima jurnalis asing itu tidak pernah dilupakan di sini. “Saat itu saya masih kecil. Saya tidak melihat langsung saat mereka dibunuh. Tapi tetap penting bagi saya untuk mengingat peristiwa itu meski saya mengetahuinya dari orang lain,” tutur Beatiz.

Lima jurnalis yang tewas di Balibo saat itu adalah Garry Cunningam, Greg Shackleton, Brian Peters, Tony Stewart dan Malcolm Rennie. Pada tahun 1975, mereka melukis bendera Australia di dinding bangunan tempat mereka tinggal. Mereka berharap ini bisa memberi perlindungan dari kebrutalan militer Indonesia. Tapi harapan mereka tidak terwujud.

Pada tahun 2003, bangunan itu dijadikan Pusat Belajar Komunitas Balibo, yang didirikan untuk menghormati para jurnalis. 

Koordinator Pusat Belajar itu adalah Alipe dos Santos. Jalannya pincang akibat tembakan di kakinya saat Pembantaian Santa Cruz tahun 1991. Saat itu terjadi konfrontasi antara militer Indonesia dan orang-orang Timor Leste yang berdemo menuntut kemerdekaan di Dili.

“Sebagai pejuang perlawanan, saya ingin mendedikasikan hidup saya untuk mendukung museum dan kenangan akan lima jurnalis yang terbunuh di sini. Saya menganggap mereka sebagai bagian dari Timor karena mereka mendedikasikan hidup mereka untuk Kemerdekaan Timor Leste,” kata Alipe.

Di gedung itu juga berkantor Balibo House Trust yang mendukung masyarakat dengan menyediakan berbagai fasilitas dan program seperti dokter gigi, pendidikan dan pelatihan mekanika.

Raimundo Oki, salah satu dari sedikit jurnalis investigatif di Timor Leste, terinspiratif dengan kisah lima jurnalis itu.

“Sebagai jurnalis Timor Leste kita harus berani. Karena Timor Leste adalah negara yang sangat baru, sebuah negara kecil dengan populasi kecil. Tapi kita memiliki sumber daya alam. Kita harus berani seperti lima jurnalis itu, berani untuk melawan musuh sejati rakyat seperti korupsi, nepotisme, dan penyalahgunaan kekuasaan di pemerintahan,” ujar Raimundo.

Demokrasi di Timor Leste masih baru dan hanya sedikit jurnalis yang berani atau cukup terampil untuk menceritakan kisah yang menantang.

Virgilho Guterres dari Dewan Pers Timor Leste mengatakan kisah lima jurnalis di Balibo itu menjadi inspirasi bagi generasi baru jurnalis. “Yang perlu kita pelajari dari mereka adalah semangat pengorbanan. Meski mereka berasal dari negara asing, mereka mencintai profesinya. Kita perlu belajar dari mereka tentang itu,” jelas Virgilho.(*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini