TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Megawati Soekarnoputri, dilaporkan Pengasuh Pondok Pesantren Al Islah Pamekasan, Madura, ke Polda Jawa Timur.
Megawati dilaporkan atas dugaan penyebaran serta penghinaan terhadap golongan saat memberikan pidato dalam HUT ke-44 PDI Perjuangan pada Januari 2017.
Menanggapi hal tersebut, Wasekjen DPP PDI Perjuangan Ahmad Basarah menilai, laporan itu sebagai sesuatu tindakan hukum yang patut dicurigai sebagai upaya untuk memulai mengobarkan isu SARA dalam pilkada Jawa Timur.
Basarah curiga lantaran, peristiwa pidato terjadi 11 bulan lalu, tepatnya pada 10 Januari 2017.
Namun pelaporan baru dilakukan pada 8 November 2017, ketika tahapan pilkada Jawa Timur baru dimulai digelar.
Untuk itu dirinya meminta kepada seluruh kader PDIP se-Jawa Timur dan seluruh tim pendukung Saifulloh Yusuf dan Abdullah Azwar Anas, tidak terpancing dengan propaganda dan provokasi tersebut.
"Kami dapat memahami, dalam sistem negara hukum Indonesia, memang benar tiap-tiap warga negara dan masyarakat dapat melaporkan siapapun ke Kepolisian Negara Republik Indonesia, namun tidak semua laporan polisi itu wajib untuk ditindaklanjuti Polri ke tingkat penyelidikan atau penyidikan," kata Basara lewat pesan singkat kepada wartawan, Kamis (9/11/2017).
Apalagi jika tidak memenuhi unsur-unsur pidana, dan didasari motif menimbulkan masalah SARA yang dapat menciptakan konflik sosial di tengah masyarakat.
"Kami percaya sepenuhnya, Polda Jawa Timur akan berhati-hati dan sigap menangani kasus ini. Sehingga tidak berkembang menjadi masalah sosial yg dapat mengganggu ketertiban masyarakat di Jawa Timur," katanya.
Basara hanya berharap supaya tercipta kemanan, tertib, damai tetap terjaga di pilkada Jawa Timur.
Diberitakan sebelumnya, pelaporan yang dilayangkan pengasuh Ponpes Al Islah, Mohamad Ali Salim, tersebut diterima polisi dengan nomor laporan polisi: LPB / 1447 / XI / 2017 / UM / JATIM.
Kabid Humas Polda Jawa Timur, Kombes Pol Frans Barung Mangera mengungkapkan soal pidato Megawati tersebut.
'Para peramal masa depan. Mereka dengan fasih meramalkan yang akan pasti terjadi di masa yang akan datang, termasuk dalam kehidupan setelah dunia fana, yang notabene mereka sendiri belum pernah melihatnya'.
"Kalimat inilah yang menurut korban sangat menyinggung perasaan umat Islam, terlebih umat Islam di pulau Madura," ujar Frans saat dihubungi.
Saat ini polisi masih mencari unsur pidana dalam pelaporan terhadap Megawati ini.
"Ya pelaporan itu kan belum tentu pidana. Pelaporan nantinya akan diselidiki," jelas Frans.
Megawati dilaporkan dengan sangkaan melanggar pasal Pasal 156 tentang penyebaran permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia.
Dengan ancaman pidana penjara paling lama empat tahun.