TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PT Allianz Life Indonesia telah menerima Surat Perintah Penghentian Penyidikan Perkara (SP3) atas kasus yang menimpa dua mantan eksekutifnya.
Melalui siaran pers yang diterima Tribunnews Allianz Life mengatakan bahwa alasan dihentikannya proses penyidikan oleh pihak kepolisian adalah karena tidak cukup bukti.
Dalam keterangan yang sama juga dikatakan bahwa Allianz Life tidak membayar klaim kepada dua orang mantan pelapornya, karena klaim tidak memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku di dalam polis.
"Resmi hari ini kasus yang terjadi di internal kami dihentikan oleh penyidik Polda Metro Jaya," kata Head of Corp Communications Allianz Indonesia, Adrian DW, Senin(13/11/2017).
Adrian mengatakan, dalam kasus tersebut pihaknya menduga ada modus operandi yang digunakan untuk mencurangi polis asuransi Allianz.
"Hingga kami melaporkan beberapa nasabah ke Polda Metro Jaya,”ujar Adrian.
Polisi juga menduga ada komplotan nasabah yang ingin membobol Allianz dengan modus klaim asuransi.
"Kami akan melakukan pendalaman, karena adanya dugaan terdapat komplotan yang sengaja menggunakan modus mendaftar sebagai nasabah asuransi Allianz guna mendapatkan keuntungan klaim asuransi yang diajukan," kata Direktur Reskrimum Polda Metro Jaya Kombes Pol Nico Afinta.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Argo Yuwono mengatakan, Allianz melaporkan balik lantaran menduga adanya klaim palsu dari nasabah.
“Soal kelanjutan kita masih lakukan analisa dan evaluasi ini demi kasus itu ke depannya seperti apa,” jelas Argo.
Sementara itu menanggapi hal tersebut Pakar asuransi, Hotbonar Sinaga mengatakan keputusan polisi untuk menghentikan penyidikan atas kasus ini patut diapresiasi, karena substansi masalahnya memang berada di ranah hukum perdata.
Sehingga penggunaan UU Perlindungan Konsumen yang mengacu pada pidana menurutnya kurang tepat.
“Ke depannya kasus semacam ini harus bisa diselesaikan di Badan Mediasi dan Arbitrase Asuransi Indonesia (BMAI). BMAI sudah terbiasa memutuskan sengketa seperti ini, karena BMAI dibuat oleh Dewan Asuransi Indonesia,”kata Hotbonar.
Ia menambahkan bahwa UU Perlindungan Konsumen tidak cocok untuk industri jasa.