TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), Yenti Garnasih, mengatakan kewenangan penyidikan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak bertentangan dengan pasal manapun.
Hal tersebut dikatakan Yenti untuk menanggapi mangkirnya Ketua DPR Setya Novanto sebagai saksi oleh KPK dalam kasus proyek pengadaan KTP elektronik atau e-KTP.
Yenti mengatakan, dalam pasal 20 A huruf (3) UUD 1945 tidak mengatur hak imunitas DPR terhadap tindak pidana korupsi. Demikian juga dengan Pasal 12 UU KPK, tegas Yenti, itu adalah kewenangan KPK untuk melakukan pencegahan ke luar negeri sudah sesuai dengan aturan.
Sedangkan, hak imunitas dalam UU MD3 tidak berlaku menurutnya, kalau terkait tindak pidana khusus termasuk tindak pidana korupsi.
Baca: Belum Setahun Suami Meninggal, Beredar Foto Ririn Ekawati Dicium Laki-laki, Netizen Kecewa
"Tentu menjadi bahan pertanyaan apa maksudnya anggota DPR mempunyai imunitas terhadap tindak pidana korupsi? Apakah maksud mereka berarti boleh korupsi tapi tidak boleh diproses?" tegas Yenti kepada Tribunnews.com, Selasa (14/11/2017),
Apalagi semangat bangsa Indonesia adalah memberantas korupsi dengan cepat dan tuntas. Bahkan perkara korupsi didahulukan dari perkara lain jadi sangat tidak relevan kalau mereka punya imunitas atas tindak pidana korupsi.
"Sederhana saja kalau mau imunitas dari proses korupsi harusnya jangan terlibat korupsi," ucapnya.
Kalau merasa tidak korupsi tetapi ternyata oleh penyidik KPK ditemukan ada kaitannya entah itu saksi atau tersangka untuk menyangkalnya ikuti proses hukum.
"Biar nanti pengadilan yang memutuskan apakah terlibat atau tidak bukan berlindung pada anggapan ada hak imunitas," ujarnya.
Setya Novanto sebelumnya dipanggil untuk kali ketiga sebagai saksi kasus dugaan korupsi proyek e-KTP dengan tersangka Dirut PT Quadra Solution, Anang Sugiana Sudihardjo.
Namun, Novanto kembali tak hadir. Ia beralasan bahwa KPK harus mengantongi izin dari Presiden Joko Widodo untuk dapat memeriksa dirinya.
Alasan ini disampaikan Novanto dalam surat yang dikirimkan ke KPK. Surat itu bertanda kop DPR dan ditandatangani Ketua DPR.
"Pagi ini KPK menerima surat terkait dengan ketidakhadiran Novanto sebagai saksi untuk tersangka ASS (Anang Sugiana Sudiharjo)," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Jakarta, Senin.
"Alasan yang digunakan adalah terkait izin Presiden," ujar Febri.
Dalam surat tersebut, lanjut Febri, juga dijelaskan mengenai hak imunitas DPR versi Novanto.
Dalam suratnya kepada KPK, Novanto menggunakan aturan Pasal 20A huruf (3) UUD 1945 sebagai alasan untuk mangkir. Pasal itu mengatur hak imunitas anggota DPR.
Selain itu, Novanto juga beralasan dengan menggunakan Pasal 80 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 mengenai Hak Anggota Dewan, huruf (h) terkait imunitas. Pasal itu dijadikan alasan untuk mangkir dari panggilan.