TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penahanan terhadap tersangka korupsi e-KTP Ketua DPR RI Setya Novanto dinilai sudah tepat dari sisi aspek hukum.
Pakar hukum pidana Abdul Fickar Hadjar mengatakan penahanan Novanto oleh KPK karena Novanto tidak kooperatif.
Menurut Fickar, KPK telah memanggil Novanto secara layak untuk diperiksa atau dimintai keterangannya karena statusnya sebagai tersangka korupsi.
Baca: Penghuni Tak Tahu Setya Novanto Sembunyi di Apartemen Kedoya Elok
Ternyata, Novanto tidak hadir dan tidak diketahui keberadaannya ketika hendak dijemput paksa di rumahnya beberapa hari yang lalu.
"Artinya dibawa ditangkap nanti diperiksa. Itu kenapa orang ditangkap. Alasannya dipanggil paksa supaya bisa diperiksa. Kalau orang ini kemudian hilang atau lari, tidak ada, artinya sudah ada alasan melarikan diri," kata Fickar saat diskusi bertajuk 'Dramaturgi Setya Novanto' di Cikini, Jakarta, Sabtu (18/11/2017).
Setalah ditangkap, lanjut Fickar, maka kemudian dilanjutkan dengan penahanan. Penahanan terhadap seorang tersangka memiliki dua alasan yakni obyektif dan subyektif.
Alasan obyekif adalah penahanan akan dilakukan apabila ancaman pidana terhadap tersangka tersebut lebih dari lima tahun penjara.
Baca: Teriakan Dadah Papa Iringi Proses Pemindahan Setya Novanto ke RSCM
Sementara alasan subyektif dari sisi penyidik ada tiga hal.
Ketiga alasan itu adalah potensi melarikan diri, menghilangkan barang bukti dan mengulangi perbuatannya.
"Dua yang pertama ini kelihatannya terbukti. Karena itu kemudian KPK mengeluarkan surat penahanan karena itu sah. Ditandatangani atau tidak oleh tersangka atau pengacaranya tetap penangkapan dan penahana itu sah karena dalam hukum pidana itu lah diskresi penyidik, diskresi penegak hukum," jelas Fickar.