TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lima perwira TNI yang terlibat pembebasan warga sipil di Tembagapura, Papua, menolak kenaikan pangkat luar biasa (KPLB).
Penghargaan istimewa ini akhirnya hanya diberikan ke 58 prajurit, terdiri atas tamtama dan bintara.
Kenaikan pangkat luar biasa merupakan penghargaan dari Mabes TNI kepada para prajurit yang terlibat pembebasan warga sipil dari cengkeraman kelompok kriminal bersenjata di Desa Kimbley dan Binti, Tembagapura.
Penghargaan tersebut diserahkan langsung oleh Panglima TNI, Jenderal Gatot Nurmantyo, Minggu (19/11/2017) pagi.
"Ada 58 prajurit TNI mendapat kenaikan pangkat satu tingkat dari pangkat sebelumnya atau menerima KPLB," ungkap Kepala Penerangan Kodam XVII/Cendrawasih, Kolonel Inf Muhamad Aidi, Minggu siang.
Baca: Tarif Menginap Setya Novanto di RSCM Rp 1,5 Juta Per Hari, Depositnya Rp 15 Juta
Aidi menyatakan, ke-58 prajurit yang mendapat penghargaan berpangkat bintara dan tamtama. Sedangkan lima perwira TNI menolak menerima penghargaan itu.
"Seharusnya ada 63 anggota TNI yang mendapat kenaikan pangkat. Tapi lima perwira enggan menerimanya, dengan alasan keberhasilan evakuasi sandera itu adalah keberhasilan anggotanya. Sedangkan kegagalan itu tanggung jawab pimpinan. Lalu semua perwira sepakat untuk menolaknya," papar Aidi.
Para penerima kenaikan pangkat luar biasa, merupakan pasukan TNI yang terlibat dalam operasi terpadu.
Seusai mengikuti upacara penyerahan KPLB, mereka terus melakukan tugasnya.
"Semua prajurit TNI yang bertugas, baik mereka yang menerima penghargaan dan yang tidak menerima penghargaan, masih terus bertugas, guna memberikan rasa aman kepada masyarakat," kata Aidi.
Terpisah, Pangdam Cendrawasih, Mayjen George Elnadus Supit menjelaskan, upacara KPLB digelar di bekas markas KKB yang sempat menyandera warga sipil.
Penyanderaan tersebut berakhir ketika pasukan TNI berhasil masuk ke wilayah tersebut, Jumat (17/11/2017).
Baca: Jokowi akan Menari Mandailing di Acara Ngunduh Mantu
"Latar belakangnya adalah markas dari kelompok bersenjata," ujarnya.
Dari video yang diterima Tribunnews, upacara tersebut berlangsung di sebuah tanah lapang.
Pada salah satu sisi lapangan, terdapat bangunan yang hancur. Ada juga bangunan semipernanen yang rubuh.
Operasi pembebasan warga yang disandera KKB, dilakukan oleh 83 prajurit pilihan TNI AD.
Mereka terdiri atas 13 anggota Kopassus, 30 anggota Yonif 351/Raider, 20 anggota Peleton Intai Tempur (Tontaipur) Kostrad, dan 20 anggota Yonif 754/ENK.
Dari jumlah itu, ada 58 prajurit yang langsung masuk ke wilayah yang diduduki KKB. Para prajurit TNI itulah yang menerima KPLB.
"Yang KPLB adalah yang langsung ke sasaran menyelamatkan sandera," ujar George.
Operasi pembebasan dilakukan sejak Jumat pukul 07.00 WIT. Pasukan TNI berhasil merebut wilayah yang sempat dikuasai dalam tempo 1 jam 18 menit.
Di Jakarta, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen Rikwanto menyatakan, senjata yang dimiliki KKB di Papua, jenisnya bermacam-macam.
Ada senjata yang berasal dari luar negeri ada juga senjata rampasan aparat keamanan RI.
"Beberapa waktu lalu terjadi baku tembak, anggota kami gugur, mereka (KKB) mengambil senjatanya," ujarnya, Minggu siang.
Baca: Kapolres Deliserdang Borong 40 Helai Kain Tenun Khas Mandailing
Rikwanto menambahkan, tim Polri-TNI yang berada di Papua dibagi menjadi dua kelompok, di mana kelompok pertama ditugaskan untuk mengamankan masyarakat dan kelompok kedua memiliki fungsi melakukan pencarian KKB.
Rikwanto juga mengatakan, Polri bekerja sama dengan Kementerian Sosial akan memulangkan warga ke daerah asal, setelah mereka berhasil dibebaskan dari penyanderaan KKB Papua.
"Yang disandera hampir 300-an orang, mereka warga pendatang, kami akan kembalikan ke daerah asal, bekerja sama dengan Kemensos, sisanya warga asli Papua, mereka akan tetap di kampungnya," ujarnya.
Menurut Rikwanto, untuk melindungi masyarakat yang kembali ke kampungnya di Papua, Polri telah menyiapkan personel yang cukup banyak agar penyanderaan saat warga sedang mendulang emas tidak terulang kembali. (rek/sen/kps)