TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Masih bertahannya konfik dan kekerasan sosial, semangat dialog intra dan antar-agama untuk membangun karakter damai perlu ditingkatkan di kalangan pemimpin agama.
Hanya dengan dialog untuk membangun karakter damai dapat diciptakan kehidupan sosio-relijius dan budaya yang harmonis di antara para warga.
"Dialog intra dan antar-agama hendaknya tidak dilaksanakan secara ad-hoc dan sporadis untuk meresponi situasi atau kasus tertentu saja tetapi sebaliknya reguler dan terencana," kata Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Azyumardi Azra saat Simposium Nasional Kebudayaan (SNK) Pembangunan Karakter Bangsa untuk Melestarikan dan Mensejahtrakan NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 di Jakarta, Senin (20/11/2017).
Dengan demikian kata dia penyelesaian konflik dan pertikaian yang melibatkan umat beragama dapat dilaksanakan secara lebih tuntas dengan membahas secara lebih menyeluruh akar dan aktualiasasi pertikaian dan konflik yang ada.
Dalam konteks itu, kata perlu peningkatan peran lembaga -lembaga yang dapat memainkan peranan kunci dalam masalah ini seperti Kementerian Agama yang saat masa orde baru memainkan peran sentral dalam dialog intra dan antar-agama.
Baca: Pancasila, Solusi Atasi Krisis Multidimensi
Yudi Latif, Kepala Unit Kerja Pancasila Pembinaan Indeologi Pancasila mengatakan, situasi dan kondisi pascareformasi, bangsa Indonesia mengalami kemunduran budaya, bahkan kehilangan jati diri dan makin meninggalkan ke-Indonesia-an yang bersumberPancasila.
Yudi Latif memaparkan lima isu strategis untuk membumikan Pancasila.
"Pada bagian pertama, yaitu pemahaman Pancasila, yang membahas tentang intensitas pembelajaran Pancasila selama era reformasi memang mengalami penurunan yang mengakibatkan kurangnya wawasan Pancasila di kalangan pelajar dan kaum muda,“ kata Yudi.
Kemudian Inklusi Sosial. Yudi menyoal tentang arus globalisasi yang membawa kontestasi nilai dan kepentingan yang mengarah kepada menguatnya kecenderungan politisasi identitas.
“Menguatnya gejala polarisasi dan fragmentasi sosial, baik berbasis identitas keagamaan, kesukuan, golongan dan kelas-kelas sosial. Justru itu menjadikan lemahnya budaya kewargaan,“ paparnya.
Ketiga, Keadilan Sosial yang berkait kebijakan pembangunan yang masih berorientasi pada peningkatan pertumbuhan ekonomi daripada peningkatan pendapatan.
Baca: Megawati: Demokrasi Pancasila Jalan tiap Bangsa Mencapai Trisakti
Keempat, Pelembagaan Pancasila. Lemahnya institusionalisasi nilai-nilai Pancasila dalam kelembagaan sosial politik, ekonomi dan budaya.
Kelima, Keteladanan Pancasila, Yudi menekankan pada keadaan semakin maraknya sikap dan perilaku destruktif yang lebih mengedepankan hal-hal negatif di ruang publik.
SNK ini digagas dan diprakasai oleh Dewan Pertimbangan PPAD Jend TNI (Pum) Widjojo Sujono dan selanjutnya di wujudkan oleh PPAD bermitra dengan FKPPI dan YSNB,dengan dibantu oleh bebeerapa Pejabat Eselon 1 (1i Kementrian dan Lembaga Negara.
Desain dari SNK melalui 3 tahapan utama.
Pertama Tahapan Fokus Group Diskusi Serial 6 kali (mulai tanggal 8 Agustus sampai dengan 19 Oktober 2017) dan tahap 2, Simposium Nasional Kebudayaan tanggal 20-21 November 2017. Tahap 3, Tahap Penyusunan Produk Hasil SNK 2017 (mulai tanggal 22 November ~21 Desember 2017)