News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Korupsi KTP Elektronik

Makin Populer, Fahri Hamzah Bilang Setya Novanto Bisa Jadi Presiden RI

Penulis: Wahyu Aji
Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Beberapa waktu belakangan nama Setya Novanto terus menjadi perbincangan publik.

Banyaknya masyarakat yang penasaran dengan kasusnya, popularitas Ketua Umum Golkar sekaligus Ketua DPR tersebut malah terus meningkat.

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menilai, bukan tak mungkin suatu saat Setya Novanto berpotensi menjadi presiden.

"Apa yang masih hangat? Novanto ini masih di bahas-bahas terus, masih seksi. Saya khawatir Pak Novanto populer ini justru jadi presiden," kata Fahri kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (22/11/2017).

Baca: Soal Calon Ketua Umum Golkar, Pengamat: Novanto Pilih Idrus, JK Condong ke Akom, Jokowi?

Sambil berkelakar, Fahri menjelaskan, popularitas merupakan faktor utama yang dapat meningkatkan elektabilitas seseorang dalam politik.

Namun, Fahri tidak menjelaskan lebih jauh soal candaan kekhawatiran pribadinya tersebut.

"Emang orang itu harus dikenal dahulu baru elektabilitasnya tinggi," katanya.

Diketahui, Setya Novanto yang akrab dipanggil Setnov terpilih menjadi Ketua Umum Partai Golkar periode 2014-2019.

Hal itu diputuskan dalam Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Golkar di Bali Nusa Dua Convention Center, Bali, Selasa (17/5/2016).

Setya Novanto mendapatkan perolehan suara tertinggi pada putaran pertama yakni 277 suara.

Pesaing terdekat Novanto yakni Ade Komarudin atau Akom dengan perolehan 173 suara.

Baca: Ketua GMPG: Golkar dan DPR Seolah Milik Pribadi Setya Novanto, Kayak Perusahaan Saja

Akom dan Novanto mencapai syarat minimal dukungan 30 persen pemilik suara.

Seperti diketahui, Novanto memang merupakan sosok politikus yang 'kontroversial.'

Sebelum menjadi Ketua Umum Golkar, Setya Novanto sempat menjabat sebagai Ketua DPR RI.

Namun pada 16 Desember 2015, dia mundur dari jabatannya sebagai Ketua DPR terkait kasus pencatutan nama Presiden Joko Widodo dalam rekaman kontrak PT. Freeport Indonesia.

Sampai akhirnya, ia kembali mendapatkan jabatan Ketua DPR RI mendepak rekan satu partainya Ade Komarudin.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini