Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polemik tentang penting tidaknya posisi Panglima TNI dijabat rotasi atau bergiliran kerap berulang menjelang pergantian pimpinan di TNI.
Hal ini juga menjadi perhatian dari pengamat Intelijen dan Pertahanan, Jaka Setiawan.
Jaka menilai calon Panglima TNI pengganti Jenderal Gatot Nurmantyo, pilihan Presiden Jokowi lemah.
"Saya lihat dalam konteks mengajukan nama KSAU Marsekal Hadi Tjahjanto sebagai calon tunggal sangat mengecewakan," ujar Jaka, melalui pesan singkat, Selasa (5/12/2017).
Menurutnya, Jokowi terkesan lebih mengedepankan aspek rotasi di tubuh pimpinan TNI.
Baca: Amien Rais Minta Presiden Tak Memecah Belah Bangsa, Ketua Komisi A DPRD DIY: Jangan Bikin Gaduh
Padahal, kata Jaka, aspek strategis dan tantangan Indonesia di masa depan lebih penting untuk disorot ketimbang aspek rotasi.
"Dari sisi profil Marsekal Hadi Tjahjanto lemah dan tidak memiliki kapasitas yang mumpuni dalam menghadapi tantangan strategis Indonesia di masa depan," imbuh Jaka.
Presiden Jokowi dilihat Jaka sama sekali tidak melihat Pemilihan Calon Panglima sebagai suatu yang strategis.
Ia mengimbau dilakukannya kaji ulang pertahanan strategis. Kaji ulang ini kata Jaka, memainkan peranan penting untuk mengukur kesesuaian dan kapabilitas kekuatan pertahanan dalam merespons dinamika lingkungan strategis.
Baca: Jenderal Gatot Diminta Tidak Memutasikan Perwira Tinggi di Akhir Masa Jabatannya
Jaka mengatakan sudah semestinya Jokowi memulai tradisi baru dalam meneruskan reformasi TNI.
Arahan politik yang jelas dari seorang panglima tertinggi angkatan bersenjata pada sektor pertahanan sangat diperlukan.
Sebab, pada akhirnya kepemimpinan politik yang menentukan arah pembangunan kekuatan pertahanan untuk mencapai tujuan dan kepentingan nasional.
"Tentunya tetap dalam koridor menempatkan profesionalisme, kualitas pendidikan, dan pelatihan prajurit yang baik sebagai kekuatan utama TNI pada masa mendatang," kata Jaka.