News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Munaslub Partai Golkar

Pengamat: Golkar Sebaiknya Jangan Hanya Sibuk Cari Figur Pantas Gantikan Setya Novanto

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Adi Suhendi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pengamat Pemilu dari Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia, Said Salahuddin.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dalam proses pergantian Ketua Umumnya, Partai Golkar sebaiknya jangan hanya sibuk mencari figur yang pantas untuk menggantikan Setya Novanto.

Direktur Eksekutif Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma), Said Salahuddin, mengatakan kalau hanya mencari figur, tentunya bukan soal yang sulit.

Sebab Golkar sebgaia gudangnya para tokoh politik.

Baca: Partai Gerindra Siapkan Kader Internal Untuk Calon Gubernur Jawa Barat

Ada Airlangga Hartarto, Bambang Soesatyo, Fadel Muhammad, Azis Syamsuddin dan masih banyak tokoh lain di Golkar yang cukup kapabel untuk menjadi 'pawang beringin'.

Bahkan sejumlah tokoh berpengaruh yang jadi pimpinan partai lain juga akan bergurunya di Golkar.

"Mau Si A atau Si B yang gantikan posisi Setnov, saya kira Golkar tetap punya peluang memeroleh suara yang signifikan di Pemilu 2019," kata pengamat politik ini kepada Tribunnews.com, Selasa (5/12/2017).

Baca: Ditanya Sola Calon Wakil Presiden, Begini Respons Anies Baswedan

Menurut dia, pemilih Golkar tidak menjadikan faktor kepemimpinan partai sebagai pertimbangan memberikan hal suaranya.

"Mengapa? sebab pada umumnya pemilih Golkar tidak menjadikan faktor pimpinan partai itu sebagai pertimbangan atau alasan bagi mereka untuk mencoblos Beringin," ujarnya.

Said melihat ada faktor lain yang tidak kalah pentingnya dari sekedar soal figur pengganti Setya Novanto.

Yakni soal aturan main yang akan digunakan untuk memilih Ketua Umum Golkar yang baru.

Menurutnya, soal cara atau mekanisme pemilihan ini tidak bisa disepelekan dan benar-benar harus disepakati dulu oleh faksi-faksi yang ada di internal Golkar.

Baca: Plt Sekda Jambi Mengaku Sudah Terbuka Kepada KPK Soal Dugaan Keterlibatan Gubernur Zumi Zola

"Kalau soal ini tidak dibahas serius, saya khawatir Golkar akan dibayang-bayangi oleh pengalaman buruk mereka sebelumnya, yaitu munculnya dualisme kepengurusan," jelasnya.

"Dulu Golkar sempat lama pecah kan juga karena soal ini," imbuhnya lebih lanjut.

Ketidakpuasan satu faksi terhadap faksi yang lain terkait ketidaksamaan persepsi soal aturan main dalam memilih Ketua Umum menjadi catatan sejarah yang buruk di internal Golkar.

Selain itu, kata dia, harus pula diingat bahwa dulu Golkar pecah juga kan disebabkan karena adanya perbedaan preferensi diantara elitnya terhadap figur Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden yang hendak didukung.

Nah, sebentar lagi juga akan dimulai proses dukung-mendukung terhadap figur Capres-Cawapres 2019.

Disinilah Golkar harus lebih berhati-hati dalam membaca agenda politik yang akan diusung para calon Ketua Umumnya.

Sebab, hampir dapat dipastikan masing-masing kandidat yang muncul saat ini pun sudah punya jagoan untuk pencapresan 2019.

"Perlu dicatat, dukungan Golkar kepada Joko Widodo saat dipimpin Setnov bisa masih bisa berubah," katanya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini