TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-Terpilihnya Menteri Perindustrian Airlangga Hartanto secara aklamasi sebagai nakhoda baru Partai Golkar dianggap berbagai kalangan sebagai langkah penyelesaian terbaik usai badai menggayuti partai berlambang pohon beringin.
Pasca turbulensi politik usai penghentian sidang praperadilan tersangka kasus korupsi e-ktp Setya Novanto, kekuatan antar faksi-faksi di dalam partai Golkar menjadi mereda usai Airlangga Hartarto mendapat dukungan dari berbagai elemen di Golkar.
Pengamat komunikasi politik dari Universitas Indonesia (UI) Ari Junaedi menyebut pilihan yang akhirnya jatuh kepada sosok putra Hartarto mantan menteri perindustrian era Soeharto adalah pilihan terbaik.
"Di saat tarik menarik antara kubu status quo Setya Novanto - Idrus Marham yang bersatu dengan kubu Aburizal Bakrie dengan memunculkan Azis Syamsuddin dengan kubu Cendana yang disokong tokoh-tokoh gaek Orde Baru dengan memunculkan figur Titiek Soeharto, jelas kemunculan Airlangga menjadi oase penyejuk," ungkap Ari, Jumat (15/12/2017).
"Golkar perlu kehadiran ketua umum yang steril dari beban masa lalu. Golkar terlalu lama di dasar klasemen popularitas akibat dampak kasus Setnov yang memalukan kader dan martabat partai," ungkap Ari Junaedi
Menurut pengajar program Sarjana dan Pascasarjana UI ini, dukungan yang kuat dari Istana berupa pernyataan jelas dari Wakil Presiden Jusuf Kalla dan sinyal positif dari RI-1 terhadap Airlangga, menjadi aura yang jelas bagi arah politik Golkar di bawah komando Airlangga.
"Harus diingat watak dan tabiat Golkar yang selama ini menjadi partai pendukung rezim yang berkuasa menjadikan Golkar sebagai patron yang berkiblat pada rezim yang berkuasa. Golkar memerlukan Airlangga dan Airlangga punya chemistry pas dengan Istana," kata Ari Junaedi.