News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Munaslub Partai Golkar

Pengurus Golkar 'Era Now' Harus Merupakan Perwujudan Golkar Bersih

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Petinggi Partai Golkar menggelar rapat pleno di Kantor DPP Partai Golkar, Jakarta, Rabu (13/12/2017). Dalam rapat tersebut Airlangga Hartarto terpilih sebagai Ketua Umum Partai Golkar baru menggantikan Setya Novanto yang telah ditangkap KPK karena terlibat dalam korupsi e-KTP. TRIBUNNEWS/RIZAL BOMANTAMA

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Golkar telah memulai langkah awal sangat strategis menyelesaikan perbedaan di internal dan upaya memulihkan citra yang kurang baik serta mendongkrak elektabilitas partai ini pada Pilkada 2018 dan Pemilu 2019.

Tepatnya hari ini, Senin-Rabu (18-20/12/2017), Golkar menyelenggarakan Rapimnas dan Munaslub.

Pertanyaannya kini, bisakah kedua kegiatan tersebut sebagai perjumpaan kepentingan politik menemukan solusi jitu untuk memunculkan kejayaan Golkar pada Era Now?

Menurut Pengamat Politik dari Universitas Pelita Harapan, Emrus Sihombing, jawabya pasti bisa.

Asalkan, harus ada kerelaan, pengorbanan dan ketulusan semua kader demi kejayaan Golkar ke depan.

Untuk itu menurut Emrus, susunan pengurus DPP Golkar hasil produk Munaslub sejatinya menjadi kewenangan penuh Ketua Umum yang disahkan dengan melibatkan tim formatur yang kredibel.

Tak lain tujuannya, agar dapat menyusun pengurus Golkar lima tahun ke depan untuk mewujudkan Golkar bersih, bersatu dan bangkit menghadapi persaingan politik yang sudah di depan mata.

"Untuk mewujudkan hal tersebut, tim formatur yang ditetapkan Munaslub sebaiknya dari orang-orang yang menginkan Golkar bersih, bukan dari rezim lama yang menghendaki status quo," ujar Emrus kepada Tribunnews.com, Senin (18/12/2017).

Baca: Pengamat Nilai Masuk Akal Golkar Tarik Dukungan Ke Emil

Selain itu ia memberikan catatan, bila masih ada pihak yang berkeinginan membentuk polarisasi, tentu ini menjadi bibit sumber masalah.

Misalnya, memaksakan sosok tertentu yang tidak mendapat dukungan mayoritas dari DPD seluruh Indonesia untuk maju kandidat Ketua Umum, selain Airlangga Hartarto (AH).

Jika ada yang memaksakan kehendak, sebagai aktor politik, mereka ini bisa disebut sebagai "petualang" politik untuk mewujudkan hasrat kekuasaan prakmatis.

"Biasanya perilaku komunikasi politik dibungkus dengan argumentasi hak demokrasi. Mereka pun bukan tanpa kalkulasi matematis dari berbagai aspek, termasuk kapital finansial yang dibutuhkan," jelasnya.

Namun harus disadari, gerakan politik semacam itu sangat tidak produktif menyelesaikan tumpukan berbagai persoalan Golkar saat ini.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini