TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Airlangga Hartarto telah terpilih menjadi Ketua Umum baru DPP Partai Golkar.
Dorongan Airlangga untuk mundur dari jabatan Menteri Perindustrian terus disuarakan publik.
Menurut Pengamat politik dari Universitas Paramadina Djayadi Hanan, mundurnya Airlangga dari posisi Menperind bukan berarti jatah kursi Golkar berkurang di kabinet kerja Presiden Joko Widodo (Jokowi)-Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla (JK).
Apalagi kata Djayadi, Presiden Jokowi menginginkan Menterinya fokus, tidak boleh terbagi konsentrasinya antara mengurus partai dan mengurus kementerian.
Ditambah lagi di tahun politik 2018 dan 2019, pimpinan partai, apalagi ketua umum, akan sangat disibukkan oleh pencalonan partai untuk pilkada dan konsolidasi partai untuk Pileg dan Pilpres.
Jadi ketua umum partai, menurutnya, akan tidak bisa konsentrasi penuh mengurus kementerian yang dipercayakan kepadanya.
Padahal, di tahun politik ini juga, Kabinet Jokowi akan mengebut dan berkonsentrasi penuh menyelesaikan program-program terutama infrastruktur dan ekonomi.
Baca: Anies Kembali Bentuk Tim Kecil Untuk Koreksi Semua Pergub
"Jadi Jokowi memerlukan Menteri yang betul betul bisa konsentrasi penuh," ujar Peneliti Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) ini kepada Tribunnews.com, Selasa (19/12/2017).
Selain itu imbuhnya, Ketua Umum partau yang jadi Menteri, misalnya Wiranto, juga sudah mundur dari jabatannya di partai.
"Dengan kata lain tak ada rangkap jabatan. Dan sejauh ini tak ada Ketum partai yang jadi Menteri," katanya.
Dari sisi Golkar, menurutnya, sebagai partai besar, secara politis kurang elok kalau ketua umum partainya menjadi bawahan Presiden.
Posisi Golkar seolah tidak setara dengan partai lain yang menjadi anggota koalisi.
"Presiden pun mungkin akan agak sungkan untuk memerintah ketum Golkar, sehingga rangkap jabatan ini akan menyulitkan Golkar maupun presiden," tegasnya.
Lebih lanjut kata dia, Golkar saat ini dalam posisi sulit dan harus melakukan terobosan dan langkah politik yang cepat dan luar biasa untuk mengembalikan citranya yang sedang terpuruk akibat kasus kasus korupsi yang melanda. Terutama terkait mantan ketua umumnya Setya Novanto.
Karenanya Golkar memerlukan ketua umum yang bekerja siang malam dengan konsentrasi penuh.
Ini berarti tegas dia, ketua umum Golkar sulit merangkap jabatan politik penting lainnya seperti Menteri.
"Jadi memang sebaiknya Pak Airlangga mundur dari jabatan Menteri. Jatah Golkar tetap dapat diberikan oleh presiden dengan mengangkat Menteri yang berasal dari Golkar atau kader Golkar," ujarnya.
Dengan demikian jembatan struktural hubungan Jokowi dan Golkar dapat tetap dijaga.
Hubungan keduanya juga tetap dapat dijaga dengan memelihara hubungan pribadi yang baik antara Jokowi dan Airlangga.
"Bagi Airlangga pribadi, dengan berkonsentrasi penuh sebagai ketua umum Golkar, selain dapat mengonsolidasikan Golkar lebih maksimal, juga dapat meningkatkan citra dirinya sebagai pemimpin nasional dan dapat menjadi salah satu alternatif calon wapres untuk Jokowi misalnya," ucapnya.