Laporan Wartawan Tribunnews.com, Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsjad Tumenggung (SAT) kembali dipanggil KPK, Kamis (21/12/2017).
"SAT diperiksa sebagai tersangka di kasus dugaan suap penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) terhadap Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) milik Sjamsul Nursalim," ujar Juru Bicara KPK, Febri Diansyah.
Pameriksaan Syafruddin sebagai tersangka bukanlah kali pertama, setidaknya sudah tiga kali Syafruddin diperiksa yakni pada Rabu (3/5/2017), Jumat (13/10/2017) namun tidak hadir.
Dilakukan penjadwalan ulang pada Senin (23/10/2017) dan Senin (30/10/2017).
Baca: Pangkostrad Letjen Edy Rahmayadi Sudah Bulat Jadi Gubernur Sumut 2018
Dari serangkaian pemeriksaan itu, Syafruddin belum dilakukan penahanan oleh penyidik.
Dalam pemeriksaan awal, penyidik kata Febri sempat menanyakan soal tugas dan kewenangan ketiga menjadi Kepala BPPN hingga alur proses sampai dengan SKL diterbitkan untuk oblihor.
Penyidik juga membandingkan BPPN kala kepemimpinan Syafruddin dengan BPPN dalam kepemimpinan sebelumnya. Seluruhnya diuraikan satu per satu oleh penyidik.
"Selain memeriksa SAT sebagai tersangka, kami juga panggil satu saksi yakni Herman Kartadinata alias Robert Bono (swasta)," ujar Febri.
Diketahui kasus ini, adalah pekerjaan rumah bagi KPK. Bagaimana tidak, penyelidikan dilakukan sejak 2014 sampai akhirnya di tahun 2017 KPK menetapkan tersangka pada Syafruddin.
Baca: Senyuman, Tatapan Kosong hingga Tangisan Deisti di Persidangan Setya Novanto
Atas perbuatannya, Syafruddin diduga telah merugikan keuangan negara hingga Rp 4,58 triliun.
Dia disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Terkait penetapan tersangkanya, Syafruddin sempat melayangkan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan namun kalah dan kasusnya tetap berproses di KPK.