Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus ujaran kebencian tumbuh signifikan pada 2017 ini. Sejumlah laporan kasus ujaran kebencian masuk ke Bareskrim Polri.
Berdasarkan data penanganan kasus kejahatan siber yang ditangani oleh Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri terdapat sejumlah 97 kasus dan 37 di antaranya sudah diselesaikan selama 2017.
Kejahatan itu terdiri dari, tiga kasus konten pornografi, satu kasus hacking, empat kasus perjudian online, 38 kasus penghinaan dan pencemaran nama baik, 18 kasus penipuan, 21 kasus menyebarkan rasa permusuhan, dan delapan kasus illegal acces.
Kasus penghinaan, pencemaran nama baik, dan menyebarkan rasa permusuhan masuk ke dalam ranah kasus ujaran kebencian yang ditangani oleh Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri.
Baca: Sempat Menolak Dites Urine dan Kesulitan Buang Air Kecil, Ternyata Pilot Malindo Air Simpan Sabu
Kasus ini menjadi perkara kedua terbanyak yang ditangani oleh penyidik setelah kasus penipuan.
Satu kasus ujaran kebencian yang paling menyita perhatian publik adalah yang dilakukan oleh kelompok Saracen.
Kelompok ini melakukan penyebaran ujaran kebencian dengan motif ekonomi.
Kelompok ini menyebarkan ujaran kebencian dan berbau SARA di media sosial sesuai pesanan dengan tarif Rp 72 juta.
Dalam kasus ini, polisi menetapkan empat pengurus Saracen sebagai tersangka.
Mereka adalah Mohammad Faisal Todong, Sri Rahayu Ningsih, Jasriadi, dan Mahammad Abdullah Harsono.
Baca: Dituduh Lakukan Pelecehan, Pengemudi Taksi Online Babak Belur Dianiaya Tiga Pria
Mereka ditangkap oleh Satgas Patroli Siber yang dipimpin oleh AKBP Irwan Anwar pada Agustus 2017.
Media yang digunakan untuk menyebar konten tersebut antara lain di Grup Facebook Saracen News, Saracen Cyber Team, dan situs Saracennews.com.
Mereka diduga menyebarkan ujaran kebencian sejak Pilkada 2016.
Hingga saat ini diketahui jumlah akun yang tergabung dalam jaringan Grup Saracen lebih dari 800.000 akun.
Selain itu banyak kasus ujaran kebencian yang dilakukan melalui media sosial.
Di awal tahun Bareskrim menangkap Ropi Yatsman (36).
Melalui akun Facebook bernama Agus Hermawan dan Yasmen Ropi, dia mengunggah konten penghinaan terhadap pemerintah dan Presiden Joko Widodo.
Baca: Jokowi Naik Andong di Malioboro, Sang Kusir Ketiban Rezeki Rp 500 Ribu
Selain Jokowi, Ropi mengedit foto sejumlah pejabat, termasuk mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Berdasarkan hasil pendalaman penyidik, diketahui bahwa Tipikor merupakan admin dari akun grup publik Facebook Keranda Jokowi-Ahok.
Sementara pada Agustus 2017, polisi menangkap MFB, seorang pelajar SMK di Medan yang diduga menghina Presiden Jokowi.
Pemuda ini ditangkap setelah menghina Jokowi melalui akun Facebook-nya.
Dalam laman Facebook yang menggunakan nama Ringgo Abdillah itu, MFB menggunggah foto-foto yang berisi hinaan terhadap Jokowi dan institusi Polri.
Kasus lain yang berbau ujaran kebencian adalah yang dilakukan oleh ibu ruang tangga, Asma Dewi.
Polisi menangkap Asma Dewi, pada 11 September 2017 karena diduga mengunggah konten berbau ujaran kebencian dan diskriminasi SARA di akun Facebook-nya.
Baca: 175 Kilometer Jalur Baru Kereta Api dan Beroperasinya Skytrain Serta Kereta Bandara Soetta
Asma Dewi diduga melakukan pengiriman uang kepada kelompok Saracen sebesar Rp 75 juta.
Dia juga diketahui merupakan saudara dari anggota kepolisian.
Kasus Asma Dewi saat ini sudah disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Pada dakwaan tidak disebutkan bahwa Asma Dewi mengirimkan uang kepada Saracen.
Dia hanya didakwa melakukan ujaran kebencian oleh Jaksa Penuntut Umum.
Kasus ujaran kebencian yang terjadi di akhir tahun, adalah ujaran kebencian yang diduga dilakukan oleh seorang dokter, Siti Sundari Daranila.
Siti diduga menghina Panglima TNI, Marsekal Hadi Tjahjanto melalui akun Facebook-nya. Siti menggunakan akun Facebook Gusti Sikumbang.
Ia ditangkap pada 15 Desember 2017 karena menyebarkan konten hoaks yang menyatakan istri Hadi Tjahjanto merupakan etnis Tionghoa.
Baca: Keluarga Minta Dedie A Rachim Berpikir Lagi Tetap di KPK atau Bertarung di Pilwali Bogor
Sehari setelah ditangkap, Sundari ditahan di rumah tahanan Bareskrim Polri.
Setelah dicek, di dalam akun pribadinya juga ditemukan sejumlah unggahan menyinggung SARA.
Sundari dikenakan UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi Transaksi Elektronik dan UU 40 Tahun 2008 Tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.
Ia terancam hukuman penjara enam tahun.