Berawal dari curhat tentang tempat tinggalnya di blog pribadi, Muhadkly MT alias Acho harus menghadapi gugatan atas dugaan pencemaran nama baik. Gugatan tersebut dilayangkan pengelola Apartemen Green Pramuka City pada 2015 lalu.
Tanpa mengetahui proses hukum tersebut, tiba-tiba pada medio 2017, Acho ditetapkan sebagai tersangka, dan kini berkas perkaranya telah dilimpahkan ke Kejaksaan. Berikut kisah lengkapnya seperti dilansir dari Program Saga produksi Kantor Berita Radio (KBR).
Sebuah kain putih sepanjang tiga meter, berisi tandatangan ratusan orang, dibawa mengitari komplek apartemen di kawasan Jakarta Pusat. Dihajar terik matahari, mereka lantang meneriakkan kata-kata, “Suara Acho, Suara Kami”, sembari mengepalkan tangan.
Mereka yang beraksi, dari beragam usia. Tak pelak, aksi ini mencuri mata puluhan orang yang lewat. Selain pengguna jalan, iring-iringan ratusan orang itu juga ditonton para pengunjung pusat perbelanjaan, yang lokasinya memang satu komplek dengan apartemen tersebut.
Mereka, adalah penghuni Green Pramuka City. Rumah susun yang kini menyeret konsumennya Muhadkly MT alias Acho ke polisi atas sangkaan pencemaran nama baik. Dan, sebagai bentuk dukungan pada Acho –yang berprofesi sebagai komika, ratusan penghuni lain melakukan aksi ini pada Sabtu, pertengahan Agustus lalu.
"Ini bentuk dukungan kepada Acho, iya. Saya bilang iya, karena ada anggapan bahwa suara Acho itu hanya suara sendiri. Saya katakan dengan tegas itu bukan suara Acho sendiri, suara warga kita. Apa yang disuarakan di sana itu adalah yang benar. Intinya, itu benar-benar suara warga kita ini," kata Hotman Nainggolan.
Tapi rupanya, bukan cuma Acho yang harus berhadapan dengan hukum. Setidaknya ada empat penghuni yang dilaporkan ke polisi. Satu di antaranya gara-gara menyenggol palang parkir awal tahun ini. Sialnya itu dianggap merusak sarana apartemen. Amalia Santoso, penghuni yang berprofesi sebagai pengacara.
Empat kasus itu, sayangnya tak membuat pihak apartemen berhenti menjerat konsumennya. Terakhir, Muhadkly MT alias Acho, kena sasaran lantaran menuliskan semua keluhannya di blog pribadinya; blog muhadkly.com berjudul ‘Apartemen Green Pramuka City dan Segala Permasalahannya’.
Kekecewaan Acho itu ditulis pada 8 Maret 2015. Di awal tulisan begini: Waspadalah sebelum membeli Apartemen Green Pramuka City. Ya, saya hanya ingin anda waspada, bukan melarang anda beli. Mohon jangan salah paham.
Tulisan kemudian berlanjut dengan menceritakan pengalamannya selama tinggal di sana sejak 9 Februari 2013. Ketika itu, Acho tergoda dengan brosur dan website yang mengumbar konsep green living. Di mana 80 persennya halaman terbuka. Tapi belakangan kecewa, lantaran janji green living tak terpenuhi. Pasalnya, area itu justru dibangun 17 tower baru.
Acho, lagi-lagi kecewa untuk kali kedua. Sebabnya sertifikat yang dijanjikan akan diterima setelah dua tahun menghuni tak kunjung terlaksana. Yang ketiga, pengelola apartemen kerap mengeluarkan kebijakan sepihak.
Sebut saja, mengenai biaya parkir, Iuran Pengelolaan Lingkungan (IPL) yang dinilai tak tanggung-tanggung kenaikannya hampir 43 persen sementara fasilitasnya standar. Dan yang paling mengejutkan, tagihan pajak PBB tanpa ada Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) dari dinas pajak.
John, seorang penghuni di sana mengatakan, hingga saat ini belum ada kejelasan kapan sertifikat akan diserahkan kepada para penghuni. Padahal unit apartemen telah dibangun dan dijual sejak 2013.
Rupanya, merujuk pada ketentuan di Dinas Cipta Karta dan Tata Ruang DKI Jakarta, penghuni Apartemen Green Pramuka City tak bisa mengantongi Sertifikat Hak Milik (SHM) sebelum seluruh pembangungan rampung. Karenanya, kini dinas menerbitkan Sertifikat Laik Fungsi (SLF) untuk empat tower yang sudah jadi dan lima tower yang sebagian jadi.