TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - La Nyalla Mattalitti mengungkap kisah di balik batalnya dukungan Partai Gerindra dalam Pilkada Jawa Timur 2018.
Menurut La Nyalla dukungan dari Partai Gerindra batal karena ada syarat yang tak dapat dia penuhi, yakni permintaan uang Rp 40 miliar dari Ketua Umum Prabowo.
Uang itu, untuk membayar saksi di tempat pemungutan suara pada saat pemilihan. Namun, menurut La Nyalla, bukan itu saja yang membuatnya kecewa.
Baca: La Nyalla: Bodoh Saya Kalau Masih Dukung Prabowo di Pilpres
Pada akhir September 2017 lalu, ucap La Nyalla, ia melangsungkan pertemuan dengan Prabowo.
Pertemuan berlangsung saat perayaan ulang tahun Rachmawati Soekarnoputri ke-67.
Ulang tahun Rachmawati dirayakan di Padepokan Garuda Yaksa, Hambalang, Bogor, Jawa Barat, kediaman Prabowo.
Menurut La Nyalla, Prabowo menanyakan kesiapan biaya yang akan dikeluarkan.
"Kemudian saya datang ke sana, dan Pak Prabowo sempat ngomong 'kamu sanggup sediakan Rp 200 miliar?'," ujar La Nyalla di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Kamis (11/1/2018).
La Nyalla menjawab pertanyaan dari Prabowo. Ia menyatakan siap menyediakan dana Rp 500 miliar.
Namun, ucap La Nyalla, ia mengira ucapan Prabowo itu, bercanda.
"Rp 500 miliar saya siapkan, saya bilang begitu. Karena saya didukung oleh pengusaha muslim, di belakang saya banyak pengusaha muslim yg menginginkan Gubernur Jawa timur itu Ketua Kadin Jatim. 'Oh ya sudah kalau begitu', dia bilang," ujar La Nyalla.
Baca: KPK Tetap Tunggu Kehadiran Fredrich Hingga Sore Ini
La Nyalla mengatakan, Prabowo menagih uang sebagai kesiapan Pilkada. Ia ditagih sebesar Rp 40 miliar.
"Saya pikir itu main-main, ternyata pada saat itu ditagih betul, ditagihnya Rp 40 miliar. Saya bilang 'nanti pak, jangan sekarang'," ujar La Nyalla.
La Nyalla mengatakan, Ketua DPD Partai Gerindra Jawa Timur Soepriyatno, yang membisikkan Prabowo.
"Saya pikir Pak Prabowo tidak mungkin nurut sama Supri. Ternyata dia betul-betul nurut sama Supri, terbukti dengan minta uang Rp 170 miliar," ujar La Nyalla.
La Nyalla geram dengan Partai Gerindra yang tak jadi mendukungnya maju pada Pilkada Jatim.
Padahal, ia direkomendasikan oleh para ulama dan alumni 212 atau aksi bela Islam 2 Desember 2016.
"Cuma saya ingatkan kepada ulama dan umat, jangan mau lagi ditumpangi sama partai-partai yang tidak jelas. Ini ulama dan aksi bela Islam ini cuma ditumpangi, kemudian dia yang menikmati ternyata dia mencopeti orang-orang," ujar La Nyalla.
Sekretaris Jenderal Forum Umat Islam Al Khaththath berpandangan, kemenangan Anies-Sandi pada Pilkada DKI Jakarta 2017 tak lepas dari peran para ulama.
Al Khaththath melayangkan protes terhadap tiga partai politik, yakni Gerindra, PAN, dan PKS.
Ia menyesalkan, rekomendasi para ulama pada Pilkada serentak 2018 tak digubris tiga parpol tersebut.
Satu di antaranya, rekomendasi untuk mengusung La Nyalla Mahmud Matalitti pada Pilkada Jawa Timur 2018.
"Kami prihatin kasus yang dihadapi oleh La Nyalla," ujar Al Khaththath di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Kamis (11/1/2018).
Menurutnya, terdapat lima kader atau alumni 212 yang direkomendasikan untuk diusung pada Pilkada tahun ini, termasuk La Nyalla. Rekomendasi itu, diserahkan kepada Gerindra, PAN, dan PKS.
"Dan juga beberapa nama yang kami ajukan kepada pimpinan partai agar kader dari aksi 212 itu dari 171 Pilkada kita hanya minta lima agar bisa diberikan rekomendasi khusus," ujar Al Khaththath.
Al Khaththath mengatakan, rekomendasi kelima nama itu, diserahkan langsung kepada Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan, dan Presiden PKS Sohibul Iman. Pertemuan berlangsung di rumah Zulkifli.
"Namun tidak satu pun yang diberikan rekomendasi," ujar Al Khaththath.
Menurutnya, suara para ulama tidak didengar ketiga partai. Padahal, pengerahan aksi bela Islam 212 lalu, melibatkan peran para ulama. Hingga akhirnya memenangkan pasangan Anies-Sandi pada Pilkada DKI Jakarta.
"Kita kan' menganggap para ulama sudah memperjuangkan dengan pengerahan aksi bela Islam 212 yang sangat fenomenal," ujar Al Khaththath.
"Kita di Jakarta sudah berhasil memunculkan Gubernur Anies-Sandi yang didukung para ulama dengan semangat 212, semangat Al Maidah 51," ujarnya.
Namun, para elite politik ketiga parpol, merasa terdapat beberapa wilayah yang penduduk umat Islam tidak dominan.
"Di Sulut, di Papua dan NTT kita maklumi. Tetapi kalau terjadi di Jawa Timur pusing, banyak komplain dari bawah sampai ke saya," ujar Al Khaththath.