TRIBUNEWS.COM, JAKARTA - Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) menelusuri dugaan mahar politik di Pilkada serentak 2018.
Usai Ketua Kadin Jawa Timur La Nyalla Mattalitti, kasus dugaan mahar politik juga terjadi di Cirebon dan Kalimantan Tengah.
"Yang menarik, setelah La Nyalla, beberapa pihak, seperti di Cirebon dan Kalteng, juga ada yang buka suara," kata anggota Bawaslu, Muhamad Afifuddin, Minggu (14/1/2018).
Adapun pihak yang mengaku tersangkut dugaan mahar politik di Cirebon adalah pasangan Brigjen (Pol) Siswandi-Euis Fetty Fatayati.
Sementara pihak yang mengaku tersangkut dugaan mahar politik di Kalteng adalah pasangan Jhon Krisli-Maryono.
Afifuddin menuturkan, Bawaslu setempat akan melakukan klarifikasi terhadap pihak-pihak terkait.
"Besok (Senin) dipanggilnya. Enggak ada laporan, tetapi (kami) mau mengklarifikasi," ucap Afifuddin.
Ia menambahkan, bermunculannya kasus dugaan mahar politik pada Pilkada Serentak 2018 ini semestinya dipahami sebagai hal yang baik.
Baca: Justice Collaborator, Siapa Disasar Setya Novanto?
Ini berarti, pihak-pihak yang menolak memberikan mahar politik itu sadar bahwa hal tersebut merupakan malapraktik dalam pemilu.
"Jangan sampai kita memaklumi praktik-praktik mahar politik yang selama ini dibenci," kata Afifuddin.
Pasangan Siswandi-Euis gagal maju dalam Pilkada Cirebon lantaran DPD PKS Kota Cirebon tidak memberikan surat rekomendasi kepada Koalisi Umat.
Siswandi mengungkapkan, pada 10 Januari, Koalisi Umat yang tediri dari Gerindra, PAN, dan PKS sudah 90 persen sepakat mengusung Siswandi-Euis.
Namun, pada malam harinya, salah satu oknum DPD PKS Kota Cirebon disebut mulai menyebutkan nominal rupiah.