TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Fraksi PDIP di MPR RI, Ahmad Basarah menjelaskan pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) Terorisme masih dibahas oleh Panitia Khusus (Pansus) RUU Terorisme hingga kini.
Ia mengakui bahwa poin yang masih hangat dibahas adalah posisi TNI dalam usaha menanggulangi terorisme seperti yang disampaikan Panglima TNI Jenderal Hadi Tjahjanto dalam sebuah surat beberapa waktu lalu.
Dalam surat itu TNI ingin dilibatkan dalam usaha menanggulangi terorisme yang dilihat sebagai sebuah ancaman kepada negara yang berarti TNI masuk dalam ‘criminal justice system’ yang masuk dalam ranah pidana.
“Terjadi tarik-menarik kepentingan untuk menempatkan posisi TNI agar lebih maksimal dalam penanggulangan terorisme. Itu yang menjadi poin krusial kenapa Pansus belum selesaikan pembahasan mengenai RUU ini,” jelasnya saat ditemui di Kantor Megawati Institute, Jakarta Pusat, Rabu (24/1/2018).
Ahmad Basarah sendiri menilai tanpa diberi penekanan pada RUU Terorisme, TNI diberi ruang untuk ikut serta dalam menanggulangi terorisme.
Dalam UU No 34 Tahun 2004 tentang TNI disebutkan bahwa ada operasi militer lain selain perang yang menjadi kewajiban dan wewenang TNI, yaitu operasi penanggulangan terorisme.
“Saya rasa tidak perlu mengubah legal standing UU Terorisme untuk menjadi UU yang mengatur ancaman negara. Tetap masuk dalam ‘criminal justice system’ dengan melibatkan TNI,” tegasnya.
Sebelumnya surat dari Panglima TNI dengan nomor B/91/I/2018 perihal ‘Saran Rumusan Peran TNI’, Panglima TNI Jenderal Hadi Tjahajanto menyampaikan usulannya untuk mengubah nama UU, definisi terorisme, dan perumusan tugas TNI.