TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA - Agenda besar gerakan perempuan di Indonesia perlu penyegaran atau
peremajaan (rejuvinasi) karena semangat gerakan perempuan di Indonesia sedang berhadapan dengan konteks gerakan yang baru.
“Konteks gerakan baru tersebut muncul bersamaan dengan karakteristik realitas sosial yang saat ini dipengaruhi oleh suasana pasar bebas dan utamanya teknologi informasi,” kata Ketua Umum PP Fatayat Nahdlatul Ulama (NU) Anggia Ermarini kepada wartawan di Jakarta, Sabtu 27/1/2018).
Menurut Anggia, pada satu sisi masyarakat semakin terbuka dengan
berbagai perkembangan baru, termasuk ide dan wawasan. Namun pada saat yang sama persoalan yang muncul juga semakin kompleks.
Anggia mengatakan bahwa berbagai persoalan yang selama ini tertimbun, kini semakin terbuka dan tampil ke muka publik.
“Kita harus responsif dengan kondisi aktual persoalan masyarakat, khususnya perempuan dan anak. Sekaligus mesti mampu menetapkan visi gerakan perempuan dalam jangka panjang,” katanya.
Baca: Fatayat NU Berikan Advokasi Guna Mengurangi Pernikahan Dibawah Umur
Secara kuantitas, kata Anggia, kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan sepanjang tahun 2016 berjumlah 259.150 kasus. Angka tersebut lebih sedikit dari kasus kekerasan pada tahun sebelumnya.
Kendati demikian, kata Anggia, masih tingginya kasus kekerasan tersebut menandakan bahwa tantangan bagi gerakan perempuan saat ini masih sangat besar.
“Gerakan perempuan perlu menyegarkan kembali agenda gerakannya sesuai dengan kondisi zaman baru. Tidak terkecuali Fatayat NU. Dengan demikian kehadiran gerakan perempuan dirasakan manfaatnya secara langsung oleh masyarakat secara umum,” kata Anggia.
Di Fatayat NU, menurut Anggia, rejuvinasi gerakan perempuan dilakukan melalui tiga strategi. Pertama penguatan kapasitas perempuan di seluruh lini sosial (politik, peran sosial, akademik, ekonomi, agama). Kedua memperkuat engagement dengan masalah-masalah kebudayaan yang lebih luas.
Anggia menegaskan bahwa budaya Nusantara merupakan elemen yang harus dijadikan sebagai fondasi kultural gerakan perempuan. Sedangkan strategi ketiga ialah melalui penguatan kapasitas ekonomi perempuan, dan keempat dengan memperkuat advokasi.
“Empat strategi tersebut akan dimatangkan lebih lanjut dalam kegiatan Konbes Fatayat NU yang akan diselenggarakan pada bulan Maret mendatang,” tandas Anggia.