“Karena memang isu SARA itu yang paling laku. Kalangan elit pun sebenarnya juga paham bahwa kalau sudah pakai isu SARA itu ‘sumbu pendek’nya itu sangat mudah dan enak. Itu sebenarnya yang harus dihindari kalangan elit ini,” ujarnya
Padahal menurutya, agama pun telah melarang penggunaan isu SARA untuk disampaikan ke masyarakat untuk tujuan memecah belah. Namun dikarenakan kepentingan yang pragmatis tentunya masyarakat sendiri juga sudah lupa terhadap hal seperti itu.
“Jadi bagi saya baik di kalangan elit dan masyarakat harus sama-sama bisa menahan diri. Yang elit jangan memanfaatkan atas nama masyarakat dan yang masyarakat pun juga jangan ikut-ikutan serta merta dengan kalangan elit ini,” ucapnya.
Selain itu menurutnya, meskipun di masyarakat kita ini punya tokoh panutan karena kita ini adalah masyarakat patrilineal yakni suatu adat masyarakat yang mengatur alur keturunan berasal dari pihak ayah, yang patronasenya cukup tinggi, namun bukan berarti kita tidak boleh kritis.
“Kita tetap harus kritis karena bisa jadi orang yang kita ikuti sebenarnya juga punya kepentingan. Kepentingannya itu bisa jadi tidak sampai turun kebawah. Nah hal-hal seperti itu yang sering saya sampaikan dalam forum-forum dan khotbah ataupun pengajian itu,” tuturnya.
Untuk itu menurutnya, diperlukan peran pemerintah untuk lebih tegas dalam mememperkuat atau mempertegas dala mmelakukan penindakan jika isu SARA itu masih muncul baik di dunia maya atauoun di dunia nyata.
“Itu penting sekali, pemerintah harus tegas karena regulasinya sudah ada, yang mana hate speech itu harus ditindak lanjuti. Karena kalau orang yang menyebarkan hate speech itu tidak ditindaklanjuti maka orang akan terus memproduksi itu. Regulasi-regulasi yang sudah ada dan sudah dirumuskan itu harus diberlakukan,” ucapnya.
Berkaca pada Pilkada 2017 lalu menurutnya, kekurang tegasan pemerintah dalam melakukan penindakan ini dikarenakan ada penilaian dari berberapa kalangan masyarakat yang mengatakan kalau penindakan tersebut diterapkan maka seperti menimbulkan ketidakadilan terhadap beberapa pihak..
“Yang saya lihat dalam Pilkada DKI lalu ada kesan seperti itu . Ada kesan bahwa ada tebang pilih atau kriminalisasi ulama. Itu dikarenakan penerapannya itu tidak komprehensif. Maksud saya tidak harus menunggu momen ada Pilkada atau Pilpres. Dalam situasi normal pun menurut saya agar menurut saya itu dalam kehidupan biasa pun juga harus dipantau agar masyarakat yang awam ini tidak mudah terpengaruh,” ujarnya mengakhiri.