News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Guru Tewas Dianiaya Murid

Mengapa Ada Siswa yang Tega Aniaya Gurunya hingga Tewas? Ini Pandangan Psikolog

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ahmad Budi Cahyono, guru SMAN 1 Torjun Sampang, korban penganiayaan muridnya hingga tewas.

TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Kasus penganiayaan yang dilakukan siswa pada gurunya hingga meninggal dunia dipandang psikolog anak sebagai bentuk akar budaya kekerasan.

Psikolog anak Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA), Soffie Balgies Mpsi berpendapat tindakan tersebut merupakan wujud budaya kekerasan yang mengakar pada budaya tertentu.

Hal ini telah menjadi nilai, prinsip hidup dan kebiasaan sehari-hari.

"Hal ini akan nampak pada tindakan, cara berpikir, berelasi dan mengambil keputusan. Misalkan ada nilai yang menekankan lebih baik putih gading daripada merah mata. Maka si penganut prinsip nilai ini akan mengorientasi tindakannya pada perlawanan bukan mengalah atau terkalahkan," urainya.

Baca: Warga Berbondong-bondong Melayat ke Kediaman Guru Budi yang Tewas Dianiaya Siswanya

Dalam berelasi juga demikian, akan menekankan keunggulan harga diri dibandingkan toleransi pengertian dan memaafkan.

Ketiga nilai ini mendasari interaksi dengan sesama manusia.

"Dalam kasus murid yang di Sampang. Nampaknya dia tersinggung berat karena perlakuan guru yang mencoret cat di mukanya. Rasa kesal dan marah yang menyertai ketersinggungan merupakan manifestasi harga dirinya yang jatuh atau terendahkan,"lanjutnya.

Selain itu, pola asuh dan tingkah laku orangtua juga mendasari prinsip nilai dan tingkah laku anak.

Dalam hal ini orangtua sebagai role model atau teladan bagi anak.

Orang tua adalah pihak pertama yang meletakkan fondasi pembentukan karakter dan kepribadian anak.

Selain itu ketika ucapan tindakan prinsip orangtua menekankan kebajikan yang berlaku secara universal maka otomatis akan ditularkan pada anak baik secara langsung atau tidak langsung.

"Kalau tindakan yang dicontoh baik, bisa berimbas pada kebaikan hati, mencintai, kecerdasan sosial, pengendalian diri, dan lainnya. Sebaliknya jika keburukan maka bisa dibayangkan bagaimana dampaknya,"tegasnya.

Baca: Status Guru Budi di Facebook Tahun 2015 Mendadak Viral, Dan Kini Beliau Mengalaminya

Dalam kasus ini bisa jadi orangtua terutama ayah dari pelaku sering mencontohkan perilaku berupa tindak keburukan berupa kekerasan, semisal pemukulan.

"Kalau kepribadian anak, biasanya ada dorongan dan tekanan dalam diri yang bisa membentuk perilaku tertentu. Dalam hal ini nampaknya si anak ingin eksis atau mendapat perhatian namun tertekan karena tindakan guru,"paparnya.

Selain itu, kepribadian juga terbentuk karena peranan super ego yang berangkat dari nilai aturan dan norma yang diyakini sejak kecil.

Norma nilai aturan ini berangkat dari keluarga terdekat dan masyarakat sekitar. Nampaknya super ego yang dimiliki si anak tidak cukup kuat untuk menjadi pertimbangan dalam tindakannya.

Sehingga ketika melawan atau membalas gurunya, ia melupakan nilai kesopanan, kebajikan, penghormatan pada orang yang lebih tua.

"Sikap agresi yang dimiliki sudah menjadi caranya menyelesaikan masalah atau merupakan mekanisme pertahanan diri," pungkasnya.

Penulis: Sulvi Sofiana

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini