Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko (NSW) langsung ditahan di Rumah Tahanan Pomdam Guntur, Jakarta Selatan usai ditetapkan sebagai tersangka KPK.
Nyono terseret kasus dugaan suap perizinan dan pengurusan penempatan jabatan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jombang.
Sesaat setelah keluar dari Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Nyono langsung dicecar sejumlah pertanyaan oleh awak media.
Baca: Sandiaga Uno Bakal Bangun Sky Bridge di Tanah Abang
Ia pun terlihat mulai terbiasa mengenakan rompi kuning khas tahanan KPK.
Politikus Golkar itu kemudian mengatakan sebenarnya uang 'kutipan' dari dana 34 Puskesmas itu ia sumbangkan untuk anak yatim.
Ia tidak berpikir bahwa uang yang ia klaim untuk sedekah itu berasal dari himpunan dana kutipan Puskesmas.
"Itu membantu saya untuk sedekah santunan anak yatim, nggak tahunya sedekah itu urunan (himpunan dari dana Puskesmas)," ujar Nyono, saat ditemui di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Minggu (4/2/1018).
Baca: PSI Percaya Diri Lolos Verifikasi Faktual KPU
Nyono mengaku saat itu ia tidak memandang hal tersebut salah.
Lantaran, menurutnya, uang kutipan yang idiperoleh sebanyak 5 persen dari tiap dana Puskesmas di Jombang itu diberikan kepada anak-anak yatim di kabupaten yang dipimpinnya.
"Sebenernya saya nggak mikir itu salah, karena kami berikan kepada anak-anak yatim di Jombang," kata Nyono.
Nyono pun akan ditahan di Rutan Guntur pada 20 hari pertamanya semenjak ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengamankan Bupati Jombang sekaligus kader Golkar Nyono Suharli Wihandoko (NSW) dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT).
KPK pun kini telah menetapkan Nyono sebagai tersangka bersama seorang lainnya yakni Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kesehatan Pemkab Jombang Inna Silestyowati (IS).
Keduanya diamankan bersama 5 orang lainnya yakni Kepala Puskesmas Perak sekaligus Bendahara Paguyuban Puskesmas se-Jombang Oisatin (OST), Kepala Paguyuban Puskesmas se-Jombang Didi Rijadi (DR), Ajudan Bupati Jombang Munir (M), serta S dan A.
Total ke tujuh orang tersebut diamankan dari 3 lokasi berbeda, yakni Jombang, Surabaya dan Solo.
Namun saat ini baru 2 orang yang ditetapkan sebagai tersangka, yakni NSW dan IS.
NSW ditangkap saat tengah berada di sebuah restoran siap saji di Stasiun Solo Balapan, Solo, Sabtu (3/2/2018), sekira pukul 17.00 WIB, saat hendak menunggu kereta yang aakan membawanya ke Jombang.
Ia ditangkap dengan uang sitaan sebesar Rp 25.550.000 dan US$ 9.500.
Sedangkan IS diamankan di sebuah apartemen di Surabaya, bersama S dan A, pada hari yang sama.
Baca: Kelompok Remaja di Depok Siap Tawuran Tiba-tiba Berlarian Saat Tim Jaguar Datang
Dari IS ditemukan catatan dan buku rekening bank atas nama IS yang diduga menjadi tempat menampung uang kutipan itu.
NSW diduga menerima himpunan dana dari 34 Puskesmas se-Jombang, yang masing-masing dipotong sebanyak 7 persen.
Pembagiannya yakni 5 persen untuk NSW selaku Bupati Jombang, 1 persen untuk Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kesehatan Pemkab Jombang Inna Silestyowati (IS), dan 1 persen lainnya untuk Paguyuban Puskesmas se-Jombang.
Dana yang seharusnya untuk pelayanan kesehatan masyarakat di puskesmas Jombang itu dikumpulkan melalui asosiasi berbentuk Paguyuban.
Kutipan 5 persen tiap Puskesmas itu dihimpun dan diberikan kepada NSW, satu diantaranya untuk membiayai iklan dirinya pada salah satu media di Jombang, terkait pencalonannya sebagai petahana pada Pilkada.
Sedangkan IS sebagai pemberi suap, memotong (mengutip) dana itu untuk diberikan kepada NSW demi mengamankan posisinya sebagai Kepala Dinas Kesehatan.
Untuk NSW yang diduga sebagai pihak yang menerima suap, terancam Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001.
Sedangkan untuk IS sebagai pihak yang diduga memberikan suap, terancam Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001.