Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Pendidikan Tinggi Sains dan Teknologi (Mendikti Saintek) Satryo Soemantri Brodjonegoro berencana menghapus sistem ranking atau pemeringkatan pada perguruan tinggi.
Latar belakang dari rencana penghapusan ranking tersebut sebagai bentuk menghargai setiap perguruan tinggi lewat prestasi dan kemampuannya masing-masing.
Baca juga: Ini Isi Lengkap Surat Teror Ancaman Bom di Kampus Unpar Bandung
"Jadi kami itu kan mencoba untuk menghargai perguruan tinggi masing-masing itu dengan prestasi dan kemampuannya," kata Satryo selepas rapat koordinasi dengan Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (KPPMI) Abdul Kadir Karding, di Kantor Kemendikti Saintek, Jakarta, Jumat (15/11/2024).
Menurutnya sistem ranking kampus hanya menilai satu dua aspek saja. Sehingga tidak adil jika membandingkan satu perguruan tinggi dengan lainnya.
Selain itu, jika sistem ranking diterapkan, perguruan tinggi yang kecil akan selalu kalah dengan universitas besar yang sudah punya nama.
Baca juga: UIN Surakarta dan IAIN Metro Lampung Perkuat Upaya Cegah Kekerasan Seksual di Kampus Keagamaan
Ia kemudian mencontohkan, Universitas Indonesia (UI) dan Institusi Teknologi Bandung (ITB) merupakan kampus yang sama - sama punya nama besar. Namun keduanya tetap berbeda, sehingga tidak bisa dibandingkan.
Sistem ranking ini kata dia, akan diganti dengan ukuran kinerja dari setiap perguruan tinggi. Menurutnya sistem penilaian kinerja kampus lebih berkeadilan di mana kampus dengan nama kecil bisa diberi status baik jika memang kinerjanya sesuai.
Sebaliknya, kampus yang punya nama besar bisa diberi rapor kinerja jelek jika capaiannya kurang baik.
"Makanya kita tidak gunakan ranking, kita gunakan pada bagaimana kinerja dari masing-masing perguruan tinggi. Yang kecil pun kalau memang dia baik, kita katakan dia baik, yang besar kalau dia kurang baik, dia kurang baik gitu dalam hal capaian, pembelajarannya," jelas Satryo.
"Kalau ranking itu kan sangat sederhana cara ngitungnya. Misalnya gini, lomba lari pesertanya itu macam-macam. Ada bayi, ada kakek, ada orang difabel, ada atlet. (Sama seperti) Perguruan tinggi itu beda-beda semua. Tidak ada sama-sama lain. Meskipun sama besarnya," lanjutnya.