News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kasus Suap di Jombang

OTT Jombang, Kepala Dinkes Gunakan Kode 'Arisan' untuk Uang Suap Bupati

Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Malvyandie Haryadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Dua petugas menunjukkan barang bukti uang yang diamankan saat operasi tangkap tangan (OTT) Bupati Jombang, di Jakarta, Minggu (4/2/2018). KPK menetapkan 2 orang tersangka yakni Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko dan Plt Kepala Dinas Kesehatan Jombang Inna Sulistyowati serta menyita barang bukti uang sebesar USD 9.800 dan Rp 25.550.000 terkait suap perizinan penempatan jabatan di Pemkab Jombang. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan kode atau sandi yang digunakan oleh Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Kabupaten Jombang, Inna Silestyowati (IS).

Inna menggunakan kode "arisan" untuk menyebut uang yang dikumpulkan dari puskesmas se-kabupaten Jombang. Uang ini diketahui akhirnya digunakan untuk menyuap Bupati Jombang, Nyono Suharli Wihandoko (NSW).

"Dalam komunikasi-komunikasi digunakan kode "arisan" untuk  pengumpulan uang tersebut di level kadis ke bawah," ungkap Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, melalui pesan singkat, Senin (5/2/2018).

Baca: Jenazah Korban Meninggal karena Crane Jatuh Diserahkan ke Pihak Keluarga

Menurut Febri, hal ini diduga untuk menyamarkan pelacakan dari penegak hukum. Saat ini penyidik masih mendalami cara berkomunikasi yang digunakan dalam kasus ini.

"Ada kemungkinan demikian (menyamarkan), atau untuk membangun kesepahaman. Sedang kami dalami," jelas Febri.

Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengamankan Bupati Jombang sekaligus kader Golkar Nyono Suharli Wihandoko (NSW) dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT).

KPK pun kini telah menetapkan Nyono sebagai tersangka bersama seorang lainnya yakni Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kesehatan Pemkab Jombang Inna Silestyowati (IS).

Keduanya diamankan bersama 5 orang lainnya yakni Kepala Puskesmas Perak sekaligus Bendahara Paguyuban Puskesmas se-Jombang Oisatin (OST), Kepala Paguyuban Puskesmas se-Jombang Didi Rijadi (DR), Ajudan Bupati Jombang Munir (M), serta S dan A.

Total ke tujuh orang tersebut diamankan dari 3 lokasi berbeda, yakni Jombang, Surabaya dan Solo.

Namun saat ini baru 2 orang yang ditetapkan sebagai tersangka, yakni NSW dan IS.

NSW ditangkap saat tengah berada di sebuah restoran siap saji di Stasiun Solo Balapan, Solo, Sabtu (3/2/2018), sekira pukul 17.00 WIB, saat hendak menunggu kereta yang aakan membawanya ke Jombang.

Ia ditangkap dengan uang sitaan sebesar Rp 25.550.000 dan US$ 9.500.

Sedangkan IS diamankan di sebuah apartemen di Surabaya, bersama S dan A, pada hari yang sama.

Dari IS ditemukan catatan dan buku rekening bank atas nama IS yang diduga menjadi tempat menampung uang kutipan itu.

NSW diduga menerima himpunan dana dari 34 Puskesmas se-Jombang, yang masing-masing dipotong sebanyak 7 persen.

Pembagiannya yakni 5 persen untuk NSW selaku Bupati Jombang, 1 persen untuk Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kesehatan Pemkab Jombang Inna Silestyowati (IS), dan 1 persen lainnya untuk Paguyuban Puskesmas se-Jombang. 

Dana yang seharusnya untuk pelayanan kesehatan masyarakat di puskesmas Jombang itu dikumpulkan melalui asosiasi berbentuk Paguyuban.

Kutipan 5 persen tiap Puskesmas itu dihimpun  dan diberikan kepada NSW, satu diantaranya untuk membiayai iklan dirinya pada salah satu media di Jombang, terkait pencalonannya sebagai petahana pada Pilkada.

Sedangkan IS sebagai pemberi suap, memotong (mengutip) dana itu untuk diberikan kepada NSW demi mengamankan posisinya sebagai Kepala Dinas Kesehatan.

Untuk NSW yang diduga sebagai pihak yang menerima suap, terancam Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001.

Sedangkan untuk IS sebagai pihak yang diduga memberikan suap, terancam Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini