Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Bidang Pemenangan Pemilu (PP) Sumatera DPP Partai Golkar, Ahmad Doli Kurnia menyoroti dugaan korupsi yang baru saja menyeret nama kader Golkar sekaligus Bupati Jombang, Nyono Suharli Wihandoko.
Menurutnya, tagline 'Golkar Bersih' yang dideklarasikan di Munaslub Golkar beberapa bulan lalu akan selalu diuji oleh rentetan peristiwa yang dialami para kader.
"Pasca Munaslub beberapa bulan lalu, yang mengusung tagline Golkar Bersih, kami pasti terus akan diuji oleh berbagai peristiwa serta respons, sikap, dan kebijakan yang kami ambil," ujar Doli, Senin (5/2/2018).
Satu diantaranya yakni peristiwa Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Nyono.
Nyono bukan hanya Bupati Jombang, namun juga menjabat sebagai Ketua DPD I Partai Golkar Jawa Timur.
"Termasuk peristiwa OTT terakhir oleh KPK, terhadap Bupati Jombang yang juga adalah Ketua DPD PG Jawa Timur," kata Doli.
Doli pun menyatakan bahwa partainya konsisten dalam menyikapi persoalan korupsi.
Ia menyebut Golkar tidak akan memberikan toleransi sedikitpun bagi kadernya yang terlibat ataupun terindikasi korupsi.
"Terhadap peristiwa itu kami konsisten bahwa Golkar hari ini, adalah Golkar yang "zero tolerance" terhadap korupsi," jelas Doli.
Baca: KPK: Uang Kutipan Dana BPJS untuk Puskesmas Se-Kabupaten Jombang untuk Biaya Maju Lagi di Pilkada
Lebih lanjut ia menegaskan partai berlambang pohon beringin itu akan tetap memegang komitmen tersebut kedepannya.
Tidak peduli siapapun kader yang terlibat dalam praktik korupsi, Golkar akan menindak tegas.
"Juga akan terus seperti itu ke depan, terhadap siapapun kader apalagi pimpinan partai di semua level yang terindikasi korupsi," tegas Doli.
Baca: Penyidik KPK Rasakan Hal-hal Ganjil Saat Geledah Vila Mewah Zumi Zola di Tanjung Jabung Timur
KPK telah menetapkan Bupati Jombang, Nyono Suharli Wihandoko sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap perizinan dan pengurusan penempatan jabatan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jombang.
Status baru Nyono pun disampaikan KPK pada konferensi pers yang digelar di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Minggu sore, 4 Februari kemarin.
Beberapa jam kemudian, Nyono pun langsung dibawa menuju ke Rutan Guntur untuk menjalani 20 hari pertamanya sebagai tahanan, bersama para tahanan KPK lainnya.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengamankan Bupati Jombang sekaligus kader Golkar Nyono Suharli Wihandoko (NSW) dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT).
KPK pun kini telah menetapkan Nyono sebagai tersangka bersama seorang lainnya yakni Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kesehatan Pemkab Jombang Inna Silestyowati (IS).
Keduanya diamankan bersama 5 orang lainnya yakni Kepala Puskesmas Perak sekaligus Bendahara Paguyuban Puskesmas se-Jombang Oisatin (OST), Kepala Paguyuban Puskesmas se-Jombang Didi Rijadi (DR), Ajudan Bupati Jombang Munir (M), serta S dan A.
Total ke tujuh orang tersebut diamankan dari 3 lokasi berbeda, yakni Jombang, Surabaya dan Solo.
Baca: Pengacara Hotman Paris: Mobil Saya Banyak, Semua Merek Ada, Tapi Nggak Buat Nyari Janda!
Namun saat ini baru 2 orang yang ditetapkan sebagai tersangka, yakni NSW dan IS.
NSW ditangkap saat tengah berada di sebuah restoran siap saji di Stasiun Solo Balapan, Solo, Sabtu (3/2/2018), sekira pukul 17.00 WIB, saat hendak menunggu kereta yang aakan membawanya ke Jombang.
Ia ditangkap dengan uang sitaan sebesar Rp 25.550.000 dan US$ 9.500.
Sedangkan IS diamankan di sebuah apartemen di Surabaya, bersama S dan A, pada hari yang sama.
Dari IS ditemukan catatan dan buku rekening bank atas nama IS yang diduga menjadi tempat menampung uang kutipan itu.
NSW diduga menerima himpunan dana dari 34 Puskesmas se-Jombang, yang masing-masing dipotong sebanyak 7 persen.
Pembagiannya yakni 5 persen untuk NSW selaku Bupati Jombang, 1 persen untuk Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kesehatan Pemkab Jombang Inna Silestyowati (IS), dan 1 persen lainnya untuk Paguyuban Puskesmas se-Jombang.
Dana yang seharusnya untuk pelayanan kesehatan masyarakat di puskesmas Jombang itu dikumpulkan melalui asosiasi berbentuk Paguyuban.
Kutipan 5 persen tiap Puskesmas itu dihimpun dan diberikan kepada NSW, satu diantaranya untuk membiayai iklan dirinya pada salah satu media di Jombang, terkait pencalonannya sebagai petahana pada Pilkada.
Sedangkan IS sebagai pemberi suap, memotong (mengutip) dana itu untuk diberikan kepada NSW demi mengamankan posisinya sebagai Kepala Dinas Kesehatan.
Untuk NSW yang diduga sebagai pihak yang menerima suap, terancam Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001.
Sedangkan untuk IS sebagai pihak yang diduga memberikan suap, terancam Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001.